“Kami akan melakukan evaluasi terhadap setiap izin tambang yang telah dikeluarkan. Yang paling penting adalah amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Jika amdal tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat, maka izinnya akan kami cabut,” tegas Anwar Hafid. Ia menambahkan bahwa tambang hanya bisa beroperasi jika mengikuti prinsip-prinsip best mining practice dan mendapatkan persetujuan penuh dari masyarakat setempat.
Isu tambang di Banggai Kepulauan menjadi sorotan, di mana masyarakat mengeluhkan dampak negatif terhadap lingkungan, serta kekhawatiran bahwa tambang-tambang besar akan mengancam mata pencaharian warga lokal, terutama di sektor kelautan dan perikanan.
Selain masalah tambang, Anwar Hafid juga menyinggung masalah nelayan lokal yang sering terganggu oleh keberadaan kapal pajeko besar dari luar daerah. Kapal-kapal ini seringkali melanggar batas tangkap yang telah ditentukan, merugikan nelayan kecil yang bergantung pada sumber daya laut di sekitar Teluk Tolo.
Sebagai solusinya, pasangan Anwar Hafid dan dr. Reny Lamadjido mengusung program Berani Tangkap Bahari yang akan memberikan dukungan penuh kepada nelayan lokal. Program ini mencakup penyediaan kapal pajeko untuk nelayan setempat serta perlindungan keselamatan melalui jaminan asuransi. “Kami ingin nelayan lokal tidak lagi menjadi penonton di lautnya sendiri. Dengan kapal yang memadai, nelayan kita akan mampu bersaing dan menjaga kekayaan laut Banggai,” ujar Anwar Hafid. **