Budaya literasi, khususnya literasi terkait sejarah lokal, di kalangan mahasiswa, di sejumlah perguruan tinggi di Sulawesi Tengah (Sulteng), dinilai lesu. Progress literasi yang satu ini juga dapat dikatakan belum maksimal.
Demikian dikatakan sejarawan Universitas Tadulako (Untad), Haliadi, Ph.D, Senin (14/10/2019). Menurutnya, lesunya literasi sejarah lokal, dipengaruhi oleh banyak aspek, misalnya jumlah toko buku yang masih kurang, belum maraknya perpustakaan yang menyediakan literature sejarah lokal, serta sepinya diskusi tentang buku dan pembuatan buku sejarah lokal, yang didorong oleh pemerintah daerah.
Model pembelajaran sejarah di perguruan tinggi, menurut Haliadi juga punya potensi menjadi salah satu sebab lesunya literasi sejarah ini. Hal ini kata dia, karena sumber pembelajaran sejarah, terutama buku, masih kurang, terutama yang membahas sejarah lokal Sulteng, khususnya dalam cakupan kabupaten/kota.
Menurut Haliadi, untuk mengatasi lesunya literasi sejarah lokal ini, harus ada komitmen politik untuk literasi di kabupaten/kota termasuk pemerintah provinsi. Anak muda sebagai agen literasi sejarah lokal, menurutnya juga harus terus mengingatkan lembaga pendidikan, untuk memberikan apresiasi terhadap literatur yang tercipta.
“Aktivis literasi juga harus tetap giat memperjuangkan literasi lokal dalam berbagai bentuk,” ujarnya. JEF