Diduga Digusur Perusahaan Nikel, Masyarakat Tuntut Ganti Rugi Lahan

Harsin Rahim

PALU, MERCUSUAR – Ratusan Masyarakat Kecamatan Luwuk Timur dan Pagimana, Kabupaten Banggai menuntut ganti rugi lahan yang diduga telah digusur oleh dua perusahaan nikel. Masing-masing PT Penta Dharma Karsa dan PT Prima Dharma Karsa.

Tak tanggung-tanggung, lahan warga yang telah digusur dua perusahaan tersebut seluas 354 hektare dan 234 hektare.

Perjuangan masyarakat tersebut sebenarnya sudah berlangsung selama setahun terakhir, dan sudah mengikuti berbagai mediasi di tingkat Pemerintah Kabupaten. Namun, belum ada penyelesaian yang jelas dari pihak perusahaan maupun dari Pemerintah Kabupaten Banggai.

“Kami hanya ingin memperjuangkan hak-hak masyarakat yang lahannya telah digusur oleh perusahaan yang hingga kini belum mendapatkan ganti rugi. Padahal kasus ini sudah diproses di berbagai penegak hukum dan telah di-hearing di DPRD Banggai, hingga ada surat rekomendasi. Tetapi hingga kini pihak perusahaan tidak ada tanggapan,” kata Kuasa Hukum Masyarakat Banggai yang menggugat, Dr. Harsin Rahim, saat berkunjung ke Kantor PWI Sulteng, Rabu (16/4/2025).

Harsin mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat hanya meminta ganti rugi lahan yang telah digusur, sesuai dengan aturan Nilai Jual objek Pajak (NJOP).

“Makanya dengan tidak adanya respons dari pihak perusahaan, maka masyarakat pernah menutup perusahaan tersebut. Tetapi dengan masalah tersebut malah pihak keamanan berpihak kepada perusahaan, dan menahan sejumlah warga yang notabene pemilik lahan, dengan berbagai alasan yang tidak jelas,” terangnya.

Membutuhkan Rekomendasi Kepala Daerah

Ia mengatakan bahwa tuntutan masyarakat jelas, karena pihak perusahaan sudah menguasai lahan tersebut kurang lebih 21 tahun. Masyarakat Luwuk Timur yang meminta ganti rugi lahan sebanyak 78 KK, sementara di wilayah Kecamatan Pagimana sebanyak 90 KK.

“Sebenarnya pernah ada pernyataan dari pihak perusahaan bahwa mereka siap bayar jika ada surat rekomendasi dari Bupati. Tetapi hingga saat ini, belum ada realisasi dari Bupati untuk mengeluarkan rekomendasi. Berdasarkan pengalaman, rekomendasi tersebut hanya sebatas cerita saja. Karena pernah kejadian sudah ada rekomendasi tetapi pihak perusahaan tetap tidak membayarkan hak masyarakat,” tambah Harsin.

Masalahnya, lanjut dia, saat ini Bupati tidak bisa mengeluarkan rekomendasi karena menurutnya kasus tersebut sudah berskala besar. Sehingga bukan lagi menjadi kewenangan Pemkab. Olehnya, harus ada rekomendasi dari Gubernur Sulteng.

“Makanya kami menyurat supaya mediasi dengan Bapak Gubernur, untuk mendapatkan rekomendasi tersebut. Jika sudah mendapatkan rekomendasi lalu tidak dibayarkan, maka kami akan kembali melaksanakan aksi bersama pemilik lahan,” tegasnya.

Sementara itu, pihak perusahaan saat dikonfirmasi melalui telepon dan Whatshap melalui Humas atau narahubung PT PDM atas nama Beni, belum memberikan jawaban. UTM

Pos terkait