BANGGAI, MERCUSUAR – Keberadaan Maleo memprihatinkan. Burung endemik Sulawesi dengan nama latin Macrocephalon Maleo itu kini masuk dalam kategori terancam punah. Padahal dulu burung ini selalu ditemui di hampir seluruh kawasan Pulau Sulawesi, termasuk di Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).
- Donggi-Senoro LNG (DSLNG) terus berkomitmen terhadap kelestarian burung Maleo dengan melepasliarkan anakan Maleo hasil konservasi ex situ yang dilakukan setip tahun di Suaka Margasatwa Bakiriang yang berlokasi di Kabupaten Banggai, Sulteng. Upaya membuat penangkaran burung Maleo agar tetap lestari sudah dilakukannya sejak 2013.
Komitmen pelestarian Maleo yang dilakukan DSLNG ini diperkuat dengan adanya penanaman pohon kemiri yang merupakan asupan makanan Maleo untuk bertahan hidup. Terus menjaga kemiri perlu dilakukan mengingat sudah terjadi kerusakan di suaka margasatwa Bakiriang.
Bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulteng, PT. Donggi Senoro LNG, Selasa 17 September 2019 telah melakukan penanaman 500 pohon kemiri di Kawasan suaka margasatwa Bakiriang.
Penanaman pohon kemiri untuk menunjang upaya peningkatan populasi maleo dihabitatnya itu bertepatan dengan Hari Perlindungan Ozon sedunia.
Corporate Communication Manager DSLNG, Thamrin Hanafi mengatakan kerusakan ekosistem disuaka margasatwa Bakiriang mengancam kelangsungah hidup burung Maleo, sebab asupan makanan mereka berkurang. Penanaman pohon kemiri kata dia, merupakan kegiatan DSLNG untuk memulihkan ekosistem di Suaka Marga Satwa Bangkiriang, sehingga burung Maleo bisa bertahan hidup.
Selain, pohon kemiri nantinya diharapkan menjadi pembersih udara dari partikel-partikel yang mencemari udara dan sebagai penyediaan oksigen bagi dunia.
Sejak 2013 hingga 2019, sudah ada 98 ekor anakan Maleo hasil konservasi dari telur-telur sitaan yang diserahkan BKSDA Sulawesi Tengah dilepasliarkan ke habitat alaminya. Melalui konservasi ex situ, DSLNG menjadi perusahaan swasta pertama yang turut berperan penting dalam upaya peningkatan populasi itu. TIN