BANGGAI, MERCUSUAR- Fenomena perilaku intoleran yang dapat berujung pada gerakan radikalisme, dinilai sangat terstruktur, sistematis dan massif. Hal tersebut, menjadi kegelisahan bagi masyarakat Indonesia di setiap kalangan, termasuk IPNU, sebagai wadah generasi muda NU di tingkat pelajar.
Sekretaris Pengurus Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PC IPNU) Kabupaten Banggai, Arkamulhak Dayanun, pada kegiatan dialog radikalisme, bertempat di salah satu warkop di Banggai, Senin (30/9/2019), mengatakan, gerakan terorisme diawali dari perilaku intoleran, seperti sikap tidak mau mengakui perbedaan.
Sikap intoleran menurutnya, datang dari ideologi luar negeri, kemudian menggerogoti pemahaman nasionalisme bangsa Indonesia, sehingga kecintaan terhadap tanah air bukanlah hal yang mutlak.
Sikap intoleran itu menurutnya, pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat, dari informasi yang tidak bertanggung jawab, serta sumber kebenarannya kurang jelas.
“Ada upaya-upaya ideologi transnasional yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi dari luar,” ujarnya.
Kata dia, lompatan teknologi yang memberikan kemudahan akses informasi, menjadi momok bagi kaum yang ingin merusak ideologi bangsa ini. Dia menambahkan, berita hoaks bisa dipelintir menjadi sebuah kebenaran.
Dia menegaskan, tugas pelajar dan mahasiswa harus tegas menanggapi berita hoaks. Salah satu caranya dengan tidak membagikan berita yang kurang jelas, termasuk yang mempunyai unsur SARA dan ghibah.
“Tetapi, di atas semua itu, sebagai warga negara, kita mempunyai kewajiban untuk menjaga keutuhan NKRI dan ideologi Pancasila, yang merupakan konsensus bangsa ini. Maka kita harus bijak dan cerdas dalam menanggapi berita- berita yang beredar. Menjadi amat sangat penting agar kita tidak terjebak pada gerakan-gerakan yang bisa memicu integritas bangsa,” ujarnya.
Kegiatan dialog publik tentang radikalisme ini, dilaksanakan atas kerjasama PC IPNU Kabupaten Banggai dan PMII Komisariat Untika. AJI/*