BALUT, MERCUSUAR – Situs sejarah Kerajaan Banggai di Kabupaten Banggai Laut (Balut), seperti istana keraton, bekas rumah-rumah bangsawan, gedung sekolah tua hingga keunikan budaya kini sudah hampir punah. Kota lama Banggai perlahan tersulap menjadi kota modern.
Sejumlah bangunan kuno sudah dirobohkan atau roboh dengan sendirinya termakan usia maupun bencana. Sebagian lagi sudah terganti dengan gedung-gedung berarsitektur modern.
Sebut saja Kamali Pende yang merupakan rumah bekas kediaman Raja Awaluddin, kini telah hilang jejaknya, bahkanbekas puing-puing runtuhannya pun tak lagi bisa dijumpai.
Kemudian, bekas rumah Jogugu yang kini jadi kantor Dinas Pariwisata. Bangunan tersebut bukan hanya beralih fungsi, tapi kini sudah mulai berganti bentuk. Sebab proyek rehabilitasi kantor yang tak mengacu model aslinya, perlahan tapi pasti mulai menghilangkan citra ke-Banggai-annya.
“Ini layak jadi keprihatinan bersama. Terutama bagi para kandidat yang lagi bertarung memperebutkan kursi kepala daerah,” kata tetua adat Syarif Uda’a.
Dia mengaku tak punya kemampuan cukup untuk membendung tren kepunahan yang terus melanda aset-aset kerajaan itu.
Selain terbatas modal, ia juga juga merasa para pemangku adat tak lagi ‘bergigi’.
“Yang pertama harus ada kepedulian pemerintah. Mereka yang punya anggaran dan kekuasaan. Sudah selayaknya berada digaris depan,” ujarnya.
Kini yang tersisa tinggal istana keratin, katanya, itupun keberadaannya karena intervensi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).
“Sulit juga kalau berharap bantuan pemda. Dinas terkait tak bisa intervensi anggaran karena alasan regulasi,” terang Mukhlis, juru pelihara BPCB.
Semua terpulang pada warga adat Banggai sendiri, dimana Pemkab Balut, para pemangku dan warga adat harus segera duduk bersama.
“Sudah saatnya kepekaan dan rasa peduli digemakan, jika tidak kota lama ini akan hilang bersama tumpukan kenangan using,” katanya. RM