Sekjen GAPKI: Problematika Industri Sawit Justru Datang Dari Dalam

BANDUNG, MERCUSUAR – Kelapa sawit sebagai Industri strategis nasional sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja bahkan perlu kewaspadaan. Pasalnya, produksi minyak sawit dan kinerja ekspor Indonesia sedang mengalami stagnansi dalam beberapa tahun terakhir. Eskalasi politik global juga memberikan tekanan pada harga komoditas penopang ekonomi Indonesia ini. Di sisi lain, hambatan dalam negeri belum kunjung terselesaikan.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), M. Hadi Sugeng mengungkapkan, peningkatan konsumsi di pasar global yang diperkirakan akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan, tidak dibarengi dengan pertumbuhan produksi minyak sawit, baik itu minyak sawit mentah (CPO) ataupun minyak kernel (PKO). Padahal, Indonesia merupakan produsen sekaligus eksportir terbesar kelapa sawit dunia.

“Beberapa tahun belakang produksi minyak sawit Indonesia stagnan di 51 juta ton, pun kinerja ekspor juga menurun. Meskipun volume ekspor meningkat di tahun ini, tapi nilainya menurun akibat harga,” kata M. Hadi Sugeng pada Gala Dinner Kongres PWI ke-25 di Gedung Sate, Bandung (24/9/2023).

Saat ini kelapa sawit Indonesia menguasai sekitar 58 persen pasar minyak nabati global dan lebih dari 40 persen pasar minyak kelapa sawit global.

M. Hadi Sugeng juga memaparkan problematika industri kelapa sawit Indonesia. Menurutnya, banyaknya masalah yang dihadapi akibat tumpang tindih kebijakan, serta banyaknya instansi yang turut mengambil andil dalam pengambilan kebijakan industri kelapa sawit.

“Setelah kami petakan setidaknya 31 instansi pemerintah terlibat dalam pengambilan kebijakan, itu mulai dari daerah hingga pemerintah pusat,” tuturnya.

Sekjen GAPKI tersebut memberi contoh kasus identifikasi kawasan hutan, di mana perusahaan sawit yang mulanya sudah diberikan Hak Guna Usaha (HGU) atau petani yang memiliki Surat Hak Milik (SHM) juga diidentifikasi masuk kawasan hutan. Adapun penetapan melalui rekomendasi gubernur dan juga berbagai instansi terlibat.

“Semestinya pelaku usaha yang sudah memiliki SHM atau HGU sudah final, karena dalam prosesnya melibatkan semua institusi terkait dan juga mempertimbangkan tata ruang yang ada,” jelas M. Hadi Sugeng.

Pemerintah Indonesia pun mengimplementasikan Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UUCK), yang akan membebankan denda administratif bagi pelaku usaha, serta dikembalikannya perkebunan menjadi kawasan hutan setelah satu daur tanaman kelapa sawit.

“Gapki mengharapkan kepastian kebijakan agar tercipta industri yang berkelanjutan dan kesinambungan investasi,” ungkap M. Hadi Sugeng.

Bendahara PWI, Muh. Ihsan mengekspresikan dukungannya pada industri kelapa sawit. Menurutnya, industri kelapa sawit sudah menjadi industri strategis bagi Indonesia. Kontribusi ekonomi-sosial yang diberikan bagi masyarakat Indonesia sangat berarti dalam mensejahterakan bangsa.

“Kami akan terus menyuarakan pentingnya industri kelapa sawit Indonesia dan mendorong keberlanjutan industri ini bagi bangsa Indonesia,” tutup Muh. Ihsan, saat memoderatori Gala Dinner Kongres PWI ke-25. */MAN

Pos terkait