BERBEDA dengan perkebunan kelapa sawit pada umumnya. Situasi di kebun PT Agro Nusa Abadi (ANA) belakangan ini makin memprihatinkan. Karyawan perusahaan yang beroperasi di Morowali Utara (Morut), Sulawesi Tengah itu mengaku sulit menjalankan tugasnya. Mereka tidak bisa memanen buah dari pohon yang ditanam perusahaan sejak tahun 2007.
Di banyak tempat, di sela-sela batang pohon sawit banyak tertancap spanduk yang berisi larangan agar PT ANA tidak melakukan panen. “Dilarang Melaksanakan Aktivitas di Atas Lahan ini,” begitu bunyi salah satu patok yang dipasang seseorang. Pengumuman itu ditujukan pada PT ANA dan para karyawan untuk tidak melakukan panen.
Pengumuman itu menjadi semacam peringatan. Jika para karyawan PT ANA nekat memanen, bukan tak mungkin para karyawan bernasib sial. Itu sebabnya, mereka tak berani melawan.
Lebih dari sekadar memasang pengumuman, para klaimer atau sekelompok orang yang mengaku pemilik lahan sudah terang-terangan masuk ke kebun. Seperti hari itu, Rabu (15/11) lalu sewaktu wartawan Mercusuar mengunjungi area perkebunan yang dimaksud.
Pagi itu, tampak sekelompok orang melakukan panen kelapa sawit di areal kebun PT ANA. Seolah pohon-pohon sawit itu mereka yang menanam sendiri. Buahnya mereka panen dan angkut untuk dijual pada penadah. Satu di antara mereka mengepit map berisi dokumen. Belakangan, itu adalah dokumen yang mereka akui sebagai bukti kepemilikan lahan.
Bukan hanya pagi itu. Tindakan para klaimer lahan sudah berlangsung sejak beberapa bulan sebelumnya. Intensitasnya semakin meningkat.
Seperti diketahui, PT ANA merupakan perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Morowali Utara. Perusahaan tersebut sedang mengurus sertifikat Hak Guna Usaha (HGU). Sesuai Permen ATR/Kepala BPN No.18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah bahwa salah satu syarat memperoleh HGU adalah status lahan yang sudah clear and clean.
Masih adanya warga yang mengaku sebagai pemilik lahan itulah yang membuat status lahan belum clear and clean. HGU pun belum bisa diberikan. Perusahaan sudah berusaha menyelesaikan persoalan. Namun proses berlarut-larut. Terakhir, pemerintah provinsi turun tangan dan mengeluarkan rekomendasi agar masalah ini segera tertangani.
Tapi, situasi lapangan tampaknya perlu disikapi semua pihak. Terutama, karena tindakan para klaimer semakin membabi buta. Para klaimer itu masuk ke kebun dan memanen buah sawit yang ditanam PT ANA.
Berdasarkan perhitungan PT ANA, jumlah orang yang mengklaim lahan semakin banyak. Area yang di-klaim pun semakin luas. “Saat ini, dari total lahan yang dikelola PT ANA, sudah 91% lebih di-klaim para klaimer,” ujar Robby S. Ugi. Community Development PT ANA. “Klaimer-klaimer itu juga memanen buah di kebun plasma (kebun yang diperuntukkan untuk masyarakat sekitar),” lanjut Robby.
Perhatian lebih serius makin perlu dilakukan mengingat potensi konflik di masyarakat. Bukan lagi antara klaimer dan PT ANA, tetapi konflik di antara para klaimer.
Seperti video amatir yang diterima Mercusuar. Di dalam video yang diambil menggunakan hand phone itu tampak dua kelompok sedang bersitegang. Di tengah kegelapan malam, sambil sama-sama membawa parang. Kedua kelompok sama-sama mengaku sebagai pemilik lahan. Karena merasa sebagai pemilik lahan, dua-duanya akan memanen buah sawit yang ditanam PT ANA.
“Begitulah, Pak situasi di ANA sekarang,” kata Robby. “Kami khawatir terjadi konflik sesama masyarakat,” lanjutnya.TASMAN BATO