54 Tahun Terlantarkan Lahan, PT Vale Indonesia Bakal Digugat 

PALU, MERCUSUAR – Lembaga Pengacara Rakyat Hartati Hartono bakal menggugat  PT Vale Indonesia karena telah menelantarkan lahan tambang selama 54 tahun.

Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kota Palu,  Hartati Hartono  menganggap PT Vale menghambat investasi di Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan menelantarkan lahan selama puluhan tahun.

“sat ini sementara kumpul alat bukti untuk menggugat, dan masih melakukan koordinasi dengan dinas kehutanan provinsi, dan juga dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulteng,” kata Hartati kepada Mercusuar, Rabu (7/12/2022).

Hartati menilai, penelantaran lahan tambang selama puluhan tahun merupakan perbuatan melawan hukum dan hal itu telah dilakukan oleh PT. Vale di are blok Bahodopi, kabupaten Morowali. Akibat penelantaran lahan dengan alasan masuk kontrak karya, maka investasi pun terhambat yang berujung pada kerugian yang dialami pemerintah daerah sekaligus jadi kerugian bagi rakyat Sulteng.

“Karena lahan itu masuk dalam kawasan kontrak karya PT Vale. Sementara, selama puluhan tahun mereka tidak mengolahnya. Secara otomatis, pemerintah daerah maupun rakyat tidak bisa berbuat apa-apa karena adanya kontrak karya itu,” ujarnya

Menurutnya, lembaga pengacara akan menggugat PT Vale Indonesia untuk dicabut izin kontrak karyanya.

Sebelumnya Forbes Morowali melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor PT. Vale di desa Lele pada Mei 2022. Mereka Mendesak PT Vale Indonesia segera membangun smelter di area konsesi.

Dalam kesempatan itu, Ketua Forbes Morowali Abd. Jamil mengatakan, tidak hanya masyarakat, Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat mengetahui jika Kontra Karya PT. Vale sudah berapa kali diperpanjang, tetapi hingga saat ini kejelasan membangun pabrik.

Bahkan rencana pembangunan pabrik kata Jamil,  dipindahkan lagi diluar area konsesinya. 

“Vale tidak jelas, dulu sudah peletakan batu pertama untuk bangun pabrik, tapi hingga saat ini tidak ada kejelasan,” Ujar Ketua Forbes.

Beberapa tuntutan Forbes Morowali diantaranya, mendesak PT Vale Indonesia segera membangun smelter di area konsesi, mendesak PT Vale segera membebaskan lahan untuk dimanfaatkan masyarakat Desa Lele dan Onepute Jaya.

Selanjutnya, ganti untung tanaman masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan kontrak local, dan meminta pemerintah pusat dan daerah agar menjamin ketersediaan lahan di area KK PT Vale Indonesia untuk dikelola masyarakat.

“Tuntutan kami, sangat jelas. Jika semua tuntutan tidak diindahkan maka kami mendesak pemerintah daerah dan pemerintah pusat cabut izin Vale, dan tidak memperpanjang lagi masa kontrak karya PT. Vale,” kata Jamil.

Ditempat yang sama  Adi, selaku anggota Forbes, membeberkan adanya surat pernyataan yang disodorkan pihak vale ke pemilik lahan yang isinya dinilai merugikan masyarakat. Bahkan dalam surat itu penegasan agar masyarakat tidak menuntut apa-apa jika lahannya dikelolah PT. Vale. 

“Surat pernyataan itu hadir tanpa ada komunikasi dengan pemerintah Desa. PT. Vale langsung ke masyarakat. Tidak hanya datangi ke rumah warga, tetapi datang di kebun-kebun warga untuk tanda tangan,” terang Adi.

Adi menambahkan bahwa, masyarakat memberikan ruang kepada pemerintah untuk menjembatani tuntutan mereka. Apalagi ada ucapan Presiden Jokowi, dan Kementerian BKPM, Bahlil Ladalia soal sanksi penelantaran lahan oleh pemilik izin kontrak karya dan IUP. Hal itu bisa  menjadi alasan pemerintah pusat mencabut izin atau tidak melanjutkan perpanjangan kontrak karya PT. Vale.

“IUP dan lahannya ditelantarkan maka pemerintah akan mencabut izinnya. Tidak hanya menelantarkan lahan tetapi PT. Vale sudah mendustai masyarakat Morowali,” tambahnya.

Selain itu, Gubernur Sultra, Gubernur Sulsel, dan Gubernur Sulteng juga telah menyatakan sepakat tidak memperpanjang izin kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk.

Hal itu disampaikan ketiganya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Sekjen dan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI dan RDPU oleh Panja Vale Komisi VII di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Pernyataan itu disampaikan oleh Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi dan Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura kepada Renja PT Vale Indonesia Tbk Komisi VII DPR RI.

Kontrak pertambangan perusahan tambang dan pengolahan nikel terintegrasi tersebut akan berakhir pada Desember 2025.

Para Gubernur meminta, konsesi lahan Vale dikembalikan kepada BUMD Provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing.

Merujuk data Minerba One Data Indonesia (MODI), PT Vale Indonesia memegang izin Kontrak Karya untuk luasan lahan 118.017 hektar (ha).TBN/TIN

Pos terkait