PALU, MERCUSUAR – Sebanyak lima anggota legislatif (aleg) DPRD Provinsi Sulteng dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyumbangkan gaji bulan Desember 2025, kepada warga terdampak bencana alam banjir dan tanah longsor di Sumatra.
Sumbangan tersebut diserahkan secara simbolis oleh Ketua Fraksi PKS DPRD Sulteng, Hj. Wiwik Jumatul Rofia’ah kepada Ketua DPW PKS Sulteng, Muhammad Wahyuddin, di Palu, Senin (8/12/2025).
Selanjutnya, sumbangan tersebut akan dikumpulkan melalui DPP PKS bersama dengan sumbangan dari kader dan pejabat publik PKS seluruh Indonesia, untuk disalurkan langsung kepada warga terdampak bencana di Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Wiwik menjelaskan, PKS memiliki sumber daya yang sangat memadai dalam hal tanggap bencana. Termasuk di antaranya keberadaan para relawan, yang secara cepat merespons ketika terjadi bencana. Selain itu, lanjutnya, PKS juga sudah membangun sistem tanggap yang rapi, sehingga tidak berjalan sporadis dan spontan ketika terjadi bencana.
“Ada sistem yang sudah dibangun, dan merupakan program yang dijalankan. Bukan nanti kalau ada bencana baru disiapkan. Intinya (PKS) siap siaga tanggap bencana,” ujar Wiwik.
Selain itu, Wiwik menegaskan, PKS tidak pernah memilih sasaran penerima bencana berdasarkan latar belakang politik, agama atau ormas tertentu.
“Kalau menolong, PKS tidak pernah bertanya apa partainya (yang dipilih), ormasnya apa, semua yang membutukan itu yang dibantu,” tegasnya.
Sumbangan gaji yang diserahkan oleh aleg PKS di DPRD Provinsi Sulteng merupakan bagian dari gerakan nasional pemotongan gaji oleh para pejabat publik dari PKS se-Indonesia. Di Provinsi Sulteng tercatat sebanyak total 30 orang pejabat publik dari PKS, termasuk anggota DPRD tingkat kabupaten/kota serta provinsi, ditambah satu orang Wakil Bupati (Banggai Laut). Gerakan tersebut merupakan tindak lanjut dari instruksi yang dikeluarkan DPP PKS.
Ketua DPW PKS Sulteng, Muhammad Wahyuddin menuturkan, gerakan serupa telah menjadi ‘tradisi’ PKS sejak peristiwa gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun 2004 silam.
“Secara masif dimulai sejak peristiwa tsunami di Aceh. Sejak itu, tradisi pemotongan gaji diberlakukan sampai saat ini, sebagai bagian dari sumbangsih para pejabat publik kami. Bukan soal jumlahnya, tapi bentuk kepedulian terhadap mereka yang terdampak bencana,” kata Wahyuddin.
Ia juga menyampaikan apresiasi atas komitmen para pejabat publik PKS di Sulteng, mulai dari para aleg hingga Wakil Bupati Banggai Laut yang turut menindaklanjuti instruksi pemotongan gaji. IEA







