PALU, MERCUSUAR – Sejak awal tahun beberapa tokoh mempertanyakan terbengkalainya pembangunan Masjid Agung yang berubah nama menjadi Masjid Raya karena ada perubahan nomenklatur baru.
Demikian disampaikan Majelis Pakar Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah, Kamis (3/2/2022).
Menurutnya, ummat jadi heran, sehabis lomba design masjid baru hiruk-pikuk lanjutan nyaris tak terdengar lagi. Di lokasi tersebut kini tinggal gundukan dan lubang besar, serta genangan air, tak ada aktivitas pembangunan. Tak ada lagi sisa puing, apalagi besi-besi bangunan, mungkin sudah habis terjual atau terlelang.
“Tertinggal bangunan sementara masjid dengan banyak jamaah maghrib hendak tunaikan shalat,” tutur Sofyan Farid.
Sementara di hamparan luas areal masjid, lanjut dia, ratusan pedagang jajanan sibuk layani pelanggan dan tawa anak – anak bermain mengendarai mobil kecil. Faktanya demikian areal masjid berubah fungsi menjadi arena bermain anak – anak dan pusat jajanan sektor informal dengan bunyi sempritan tukang parkir yang memecah senja.
“Apakah Masjid ini segera terbangun kembali. Jawabannya yang tahu hanya gubernur dan anggota dewan yang terhormat di DPRD sana,” katanya.
Konon rumor di warung kopi, ujar Sofyan Farid, perencanaan anggaran pembangunan kembali dialokasikan pada anggaran tahun lalu sebesar Rp 75 miliar.
Tapi isunya juga beredar bahwa diduga alokasi anggaran sudah lenyap berganti kepentingan pembangunan lain. Tentu yang paham soal ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi, Sekertaris Daerah Provinsi (Sekdaprov), dan Banggar DPRD Provinsi.
Mengenang sejarah Masjid Agung, tutur Sofyan Farid, masih belum terlupakan memori ummat bagaimana susah payahnya pemimpin dan ummat Islam juga pelaku ekonomi di Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi), yang setiap tahun menyisikan anggaran pembangunan masjid itu. Gubernur Sulteng berganti, masjid belum juga selesai.
“Nanti di periode Gubernur Sulteng, HB.Paliudju baru semua terselesaikan,” ungkap Sofyan Farid.
Ia mengatakan bahwa ummat Islam sangat bersyukur dan memanfaatkan Masjid Agung, bukan hanya sebagai masjid tapi juga di lantai dasar dimanfaatkan sebagai tempat resepsi pernikahan, juga perkantoran berbagai organisasi Islam seperti BKPRMI Provinsi. Bahkan Perguruan Silat Prana Sakti menjadikan sebagai sarana pelatihan dan pembinaan anggotanya. Almarhum Hamzah Tiku rutin memimpin pelatihan di sana.
Masjid Agung kini tinggal kenangan. Ia yakin, pada tahun ini Gubenur Rusdy Mastura dan anggota dewan provinsi pasti sudah mempunyai rencana antisipasi. Di mana Sulteng merupakan provinsi nomor 2 di Indonesia dalam hal investasi.
“Pada saat syukuran kepengurusan DMI Provinsi Sulteng, saya menyampaikan agar DMI bisa mendorong pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini,” katanya.
Kalola perlu, mereka meminta pemerintah serahkan pembangunannya kepada DMI. Biarlah Ummat Islam sendiri yang menyelesaikan.
Sebab, ia malu. Bayangkan provinsi ini tanpa ikon Masjid Raya. Di sini ada Pondok Pesantren (Ponpes) terbesar di Indonesia Timur.
“Saya yakin kekuatan ummat Islam sanggup mewujudkan pembangunannya. Saya khawatir anak cucu kita bakal menghujat, bahwa kita hanya pintar membongkar rumah Allah,” ujar Sofyan Farid.
Kali ini, ummat lalai membangunnya kembali, apalagi cerdas memakmurkan masjid.
Namun demikian, ia mengajak ummat untuk menunggu dulu belas kasih dan tindak lanjut penganggaran pemerintah. Melalui Bappeda dan Dinas Cipta Karya Provinsi. Sofyan Farid sudah mendengar beberapa waktu lalu mereka sudah lakukan study banding dan bersiap lakukan lelang. Hanya saja dalam RAPBD, anggaran untuk itu kosong.
“Lenyap. Di subuh hari ini, doa kupanjatkan agar Allah SWT tidak mencabut keberkahannya atas negeri ini. Semoga hidayah ditanamkan pada para pengambil kebijakan. Yaa Allah Yang Maha Pengasih,” jelas Farid Lembah.
Dalam doanya, ia meminta kepada Allah jangan jadikan mereka sebagai umat yang suka membongkar rumah Allah SWT, tapi tak punya hati membangunnya kembali. BOB