PALU, MERCUSUAR – Diduga ada dana senilai Rp700 juta sebagai barter untuk tuntutan hukum JPU terhadap terdakwa penyalahgunaan narkotika golongan I jenis sabu sabu, Risaldhy bin Darwis alias Ris.
Dana yang diterima Jaksa Penuntut Umum (JPU), ARF SH tersebut diduga juga mengalir ke sejumlah pejabat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah.
Hal itu diungkapkan Kuasa Hukum pihak keluarga Risaldhy, Riswanto Lasdin SH MH CLA di Kantor advokat dan auditor hukum Riswanto Lasdin, SH MH CLA & Partners di Jalan Tadulako, Kota Palu, Jumat (18/3/2022).
Dijelaskannya, untuk senilai Rp700 juta sebagai kesepakatan agar JPU menuntut rendah terdakwa, yakni pidana penjara delapan tahun dan akan divonis enam tahun penjara. Pemberian uang tersebut, karena adanya tekanan serta ancaman bahwa terdakwa akan dituntut seumur hidup oleh JPU jika bila tidak menyiapkan sejumlah uang.
Namun kenyataan terdakwa malah divonis 15 tahun penjara oleh hakim PN Klas IA/PHI/Tipikor Palu sementara uang Rp700 juta sudah disetor tunai ke JPU.
“Putusan ini membuat berang pihak keluarga dan menuntut kepada oknum Jaksa mengembalikan uang tersebut. Tapi oleh oknum Jaksa ARF menyampaikan uang tersebut sudah habis terdistribusi ke pimpinan dan pihak lain,” ujar Ketua DPD KAI Sulteng itu.
Olehnya itu, pihak keluarga melalui dia selaku kuasa hukum lalu melayangkan somasi/teguran hukum sebanyak tiga kali.
Somasi pertama pada 10 Februari 2022, kedua 22 Februari 2022 kepada JPU Arifuddin merupakan JPU pada Kejati Sulteng untuk perkara Nomor: 464 /Pid.sus/2021/PN.Pal. Namun tidak ditanggapi dengan iktikad baik.
Olehnya, ia kembali melayangkan surat somasi ketiga pada 9 Maret 2022 sebagai penegasan surat somasi sebelumnya, dengan batas waktu Kamis 17 Maret 2022 dengan tembusan Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Tapi hingga batas akhir tersebut (Kamis 17/3/2022), belum ada itikad baik dari yang bersangkutan,” kata Riswanto Lasdin yang turut didampingi rekannya Muhammad Irfan Umar.
Dia juga mengatakan bahwa dalam perkara itu, pihaknya telah berulang kali melakukan pertemuan bersama Asisten Pidana Umum (Aspidum), Asisten Intelijen (Asintel), Koordinator Pidana Umum (Pidum) Kejati Sulteng, yakni 3 Februari, 22 Februari, 24 Februari, dan 8 Maret 2022. Pada pertemuan itu pada intinya Kejati akan memfasilitasi pengembalian uang kliennya.
“Namun hingga saat ini kami belum menemukan iktikad baik dari oknum Jaksa Arifuddin,” kesalnya.
TEMPUH UPAYA HUKUM
Olehnya itu, dengan terpaksa pihaknya akan menempuh tindakan hukum sesuai perundang-undangan, yakni akan melaporkan ke Kepolisian dan Kejagung atas dugaan kasus penipuan dan pemerasan.
“Khusus laporan ke Kepolisian kami akan mempertimbangkan apakah melapor ke Polda atau Mabes Polri. Insya Allah dalam waktu dekat” imbuhnya.
“Hal ini sangat mencoreng korps Adhyaksa selaku penegak hukum,” pungkasnya menyambung.
Terpisah, Kepala Seksi Penkum Kejati Sulteng, Reza Hidayat SH MH belum dapat berkomentar lebih jauh terkait dugaan aliran dana tersebut.
Reza justeru mengatakan, perkara tersebut masih dieksaminasi oleh Bidang Pidum.
“Masih proses eksaminasi oleh Bidang Pidum, apakah ada penyimpangan standar operasional prosedur (SOP). Nanti hasilnya akan disampaikan lebih lanjut,” jawabnya Reza saat dikonfirmasi.
TUNTUTAN DAN PUTUSAN
Diketahui, Senin (18/10/2021) lalu, JPU menuntut terdakwa Risaldhy pidana penjara delapan tahun dan denda Rp800 juta subsider enam bulan penjara. Dia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I jenis sabu sabu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU Nomor: 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sementara itu, Senin (15/11/2021) Majelis Hakim PN Klas IA/PHI/Tipikor Palu menjatuhkan vonis pidana penjara 15 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan. AGK