JAKARTA, MERCUSUAR – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan hanya Indonesia yang mengeluarkan peringatan dini tsunami beberapa saat setelah terjadi gempa di Palu, Sulawesi Tengah.
“BMKG besar lain yang ada di Jepang dan Hawaii tidak mengeluarkan peringatan dini tsunami. Hanya Indonesia diikuti Australia dan India yang merupakan mitra BMKG Indonesia,” kata Dwikorita dalam taklimat media yang diadakan di Jakarta, Jumat (5/4).
Dwikorita mengatakan BMKG di Jepang dan Hawaii tidak mendeteksi kemungkinan terjadinya tsunami karena keunikan tsunami Palu sehingga analisis kegempaan mereka tidak mendeteksi kemungkinan tsunami.
Menurut Dwikorita, BMKG di seluruh dunia menggunakan sistem yang sama, yaitu tsunami dipicu oleh gempa bumi. Gempa di Palu terjadi akibat patahan bumi yang bergeser, tetapi kekuatannya dinilai tidak cukup kuat untuk membangkitkan tsunami.
“Lokasi gempa di pantai juga dianalisis tidak cukup kuat membangkitkan tsunami. Ternyata, tsunami Palu terjadi akibat longsor bawah laut dan likuefaksi,” tuturnya.
Dwikorita mengatakan tsunami Palu merupakan tsunami jarak dekat dan menerjang dalam waktu yang relatif singkat sehingga menelan banyak korban.
“Seluruh dunia, termasuk Indonesia, belum memiliki kesiapan teknologi untuk menganalisis tsunami seperti itu. Tsunami Palu merupakan peristiwa langka bagi seluruh dunia,” katanya.
Menurut survei yang dilakukan BMKG di Palu, tsunami di Palu dan sekitarnya terjadi hanya dua menit setelah gempa. Yang pertama mengalami tsunami adalah Kabupaten Donggala yang berada dekat dengan pusat longsor bawah laut.
“Seandainya BMKG Jepang saat itu mengeluarkan peringatan dini tsunami, prosesnya paling cepat tiga menit setelah gempa. BMKG memproses peringatan dini tiga menit hingga lima menit setelah gempa,” jelasnya.
Dwikorita mengatakan perkiraan dan peringatan dini tsunami saat ini dilakukan menggunakan superkomputer dan kecerdasan buatan yang kemudian diverifikasi kembali oleh manusia.
“Dalam sebuah diskusi di Singapura, saya menantang superkomputer terkuat yang dimiliki Amerika Serikat untuk mengeluarkan peringatan dini tsunami hanya dalam waktu satu menit. Mereka juga angkat tangan,” katanya.
Dunia Terkejut
Dampak tsunami Palu tak hanya bikin warga Indonesia shock. Gelombang kejut juga menyebar ke seluruh dunia. Bukan cuma orang awam, ilmuwan pun dibuat penasaran.
Tak semua gempa bisa memicu tsunami. Setidaknya ada tiga hal yang harus terpenuhi, yakni pusatnya di tengah laut dan dangkal, kekuatan lindu di atas 6,5 Skala Richter, dan polanya sesar naik atau turun (vertikal).
Namun, apa yang terjadi di Palu relatif “aneh”. Para ilmuwan dunia pun mengaku dibuat terkejut karenanya. Apalagi, gempa di Sulawesi Tengah berpusat di darat.
“Itu benar-benar mengejutkan,” kata Baptiste Gombert, ahli geofisika dari University of Oxford seperti dikutip dari situs National Geographic.
Ia menambahkan, kondisi geologis di Indonesia sangat kompleks. Bak sarang laba-laba, jaringan sesar yang berbeda jenis saling memotong. Menebak apa yang sesungguhnya terjadi di Palu adalah tantangan berat. Namun, hasil pengamatan sementara mengisyaratkan beberapa kemungkinan.
Gombert menduga, tsunami mungkin adalah hasil dari sejumlah gerakan vertikal di sepanjang patahan. Namun, menurut dia, itu saja tak cukup untuk menjelaskan penyebab terjadinya gelombang gergasi hampir 6 meter.
“Kalaupun ada pergerakan vertikal, itu adalah tsunami yang besar,” katanya.
Hal serupa diungkap Jason Patton, seorang ahli geofisika yang bekerja di perusahaan konsultan Temblor, dan mengajar di Humboldt State University di California.
“Kami memang menduga ada potensi tsunami, tapi tidak pernah membayangkan sebesar itu,” katanya seperti dikutip dari New York Times. Biasanya, gelombang gergasi seekstrem itu dipicu gempa dengan magnitudo 8 ke atas.
Apalagi, gempa yang terjadi di Palu dan Donggala itu adalah sesar mendatar (strike-slip). Gerakan bumi sebagian besar horizontal. Gerakan semacam itu biasanya tidak akan menciptakan tsunami. “Tetapi dalam kondisi tertentu, bisa jadi,” kata Dr Patton.
Meski bergerak secara horizontal, sesar mendatar kemungkinan memiliki sejumlah gerakan vertikal yang dapat menggerakkan air laut.
Atau, zona patahan sesar–yang dalam kasus ini diperkirakan sekitar 70 mil (setara 112 kilometer) panjangnya, dapat melewati area di mana dasar laut bisa naik dan turun, sehingga ketika patahan bergerak selama gempa, ia mampu mendorong air laut di dekatnya.
Kemungkinan lain adalah bahwa tsunami diciptakan secara tidak langsung. Guncangan keras selama gempa bisa jadi menyebabkan longsor bawah laut yang mendorong terjadinya gelombang raksasa.
Dr Patton mengatakan, kombinasi sejumlah faktor mungkin telah berkontribusi pada terjadinya tsunami. Ia menambahkan, studi tentang dasar laut akan sangat penting untuk memahami peristiwa tersebut.
Sementara, ahli vulkanologi dari Concord University, Janine Krippner mengungkapkan, tsunami juga dapat dipengaruhi oleh lokasi Kota Palu yang berada di ujung teluk sempit.
“Itu dapat memperkuat tinggi gelombang karena menyalurkan air ke area yang lebih kecil,” kata dia.
Garis pantai dan kontur dasar teluk bisa memfokuskan energi gelombang dan mengarahkannya ke ibu kota Sulawesi Tengah itu, meningkatkan ketinggian ombak saat memasuki pantai. Para ilmuwan berpendapat, tsunami Palu bersifat local tetapi langka terjadi di dunia.DTC/MAN