PALU, MERCUSUAR – Masyarakat lokal di wilayah lingkar tambang di Kelurahan Poboya dan sekitarnya di Kota Palu, Sulawesi Tengah adalah warga yang harus diprioritaskan oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) untuk ditingkatkan kesejahteraannya.
Perusahaan pemilik kontrak karya yang sah menurut Undang-Undang tersebut, sudah dan tengah berupaya membangun prioritas itu melalui sejumlah program.
Kalangan DPRD Kota Palu dan LSM menilai, CPM sudah dalam upaya tersebut. Apa yang tengah dilakukan memang tidak bisa sukses secara instan. Sebaliknya, upaya itu perlu dukungan banyak pihak.
“Sekitar 75% karyawan di CPM dari Sulawesi Tengah, dimana 55% berasal dari Poboya dan sekitarnya,” kata Wakil Presiden DPP Lumbung Informasi Rakyat (Lira), Danel Lasimpo di Palu, Minggu (5/6/2022).
Danel menilai, upaya CPM yang menginisiasi pembentukan koperasi juga ditujukan untuk masyarakat lingkar tambang. Upaya ini mutlak perlu mendapat dukungan semua pihak.
“Dengan adanya koperasi, mampu mengakomodir apa yang menjadi keinginan masyarakat sekitar tambang,” harap Danel dalam perbincangan via telepon.
Upaya yang dilakukan CPM juga diamini anggota DPRD Kota Palu, Abdurahim Nasar Al-Amri.
Dia menilai bahwa program CSR dilaksanakan secara berkelanjutan oleh CPM.
Dia juga mengaku pernah mengunjungi CPM dan mendapatkan penjelaskan terkait program pendidikan yakni pemagangan.
PERTAMBANGAN ILEGAL MENINGKAT
Di sisi lain, keduanya juga menyinggung adanya pertambangan ilegal di wilayah kerja kontrak karya CPM.
Daniel menegaskan CPM merupakan satu-satunya perusahaan pemilik kontrak karya yang sah menurut Undang-Undang.
Olehnya itu, jika ada keberadaan pertambagan ilegal di area kontrak karya harusnya dapat ditertibkan, karena bentuk pelanggaran perundangan atau hukum.
“Kami berharap ada kebiakan pemerintah kota dan pemerintah provinsi untuk menertibkan pertambangan ilegal itu,” harapnya.
Terkait tambang ilegal, Sekretaris Komisi C DPRD Kota Palu, Abdurahim Nasar Al-Amri berjanji akan memastikan kembali apakah pertambangan di dalam kawasan PT CPM itu adalah tambang rakyat atau tambang ilegal tanpa izin.
“Kita lihat dulu KTPnya, apakah benar warga Palu atau bukan. Kalau nantinya bukan warga Palu, artinya bukan tambang rakyat,” tegasnya.
CPM UPAYAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN
Terpisah, Manager External and Compliance PT CPM, Amran Amier menyatakan pihaknya terus mengupayakan tata kelola perusahaan yang baik atau corporate governance (GCG) sesuai peraturan perundang-undangan. Perhatian terhadap masyarakat lokal adalah bagian pelaksanaan GCG itu.
Dia menjelaskan sejak awal aktivitas pertambangan CPM di Poboya telah melibatkan masyarakat lokal. Perusahaan telah melakukan sosialiasi terkait status lahan ddalam hal wilayah kontrak karya.
Kemudian di tahapan konstruksi, hampir sebagian besar tenaga kerja adalah masyarakat lokal di lingkar tambang.
Dijelaskannya, dari 100% tenaga kerja di CPM, sekitar 56% persen tenaga kerja di area ring satu berasal dari masyarakt local, seperti Kelurahan Poboya, Lasoani, Tanamodindi, Talise, Talise Valangguni hingga Kawatuna.
“Untuk ring dua atau tenaga kerja dari Kota Palu mencapai 75%. Angka tenaga kerja mencapai 80-an% untuk total tenaga kerja se Sulawesi Tengah,” ungkapnya.
Adapun kata dia, 20% sisanya merupakan tenaga kerja yang memiliki kapasitas yang tidak didapatkan di dalam wilayah Sulteng hingga didatangkan dari beberapa wilayah di Indonesia.
Selain itu, terkait corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat lingkar tambang, CPM telah memiliki Rencana Induk Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (RIPPM) yang disahkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESM).
Terkait adanya pertambangan ilegal yang mengatasnamakan tambang rakyat dalam kawasan kontrak karya PT CPM, Amran mengatakan telah mengalami peningkatan beberapa bulan terakhir.
Tercatat sekitar 250 truk melakukan aktivitas pengerukan material dengan 120 lokasi perendaman di dalam area CPM.
Bahkan, terjadi beberapa kali kecelakaan kerja yang menimpa para penambang itu. Karena aktivitas ilegal itu, menjadikan tidak ada pihak yang bisa bertanggung jawab terhadap warga yang mengalami kecelakaan.
“Tahun 2021, perusahaan pernah membayar sanksi ke negara, karena adanya tambag ilegal di dalam kawasan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, salah satu solusi pemberdayaan masyarakat lingkar tambang dengan membentuk koperasi. Masyarakat yang tergabung dalam koperasi dapat mengolah material yang tidak sesuai dengan kriteria perusahaan.
“Perusahaan dapat bekerjasama dengan koperasi yang dibentuk masyarakat. Dan, material yang tidak lolos kriteria perusahaan, dapat diolah kembali oleh koperasi masyarakat,” katanya.
Dengan solusi itu, masyarakat tidak lagi menambang secara langsung, karena memiliki resiko yang sangat besar serta dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Amran juga berharap pemerintah setempat untuk mendukung dan menfasilitasi masyarakat lingkar tambang untuk segera membentuk koperasi. TIN