PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Seorang remaja berusia 14 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parmout), terpaksa menjalani proses hukum akibat kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) yang mengakibatkan salah satu korban meninggal dunia.
Lakalantas yang terjadi di Jalan Trans Sulawesi Desa Moutong Timur tersebut, sebelumnya telah melalui proses mediasi. Hasilnya, kesepakatan penyelesaian secara kekeluargaan dan tidak akan melakukan tuntutan di kemudian hari.
Proses tersebut berlangsung di kediaman korban di Kecamatan Popayato Barat, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, dan diketahui oleh Kepala Desa (Kades) setempat. Kades bahkan turut serta membubuhi tanda tangan dalam surat kesepakatan.
“Setelah kejadian kecelakaan itu, anak kami langsung dibawa ke Polsek Moutong. Beberapa hari kemudian, keluarga korban datang dan menyampaikan, kalau mereka sudah menerima dengan ikhlas dan tidak ada lagi tuntutan di kemudian hari, serta meminta anak saya dikeluarkan dari penahanan,” ungkap ibu kandung pelaku, N, di Parigi, Rabu (30/4/2025).
N menuturkan, pernyataan menerima dengan ikhlas dari keluarga korban telah dimuat dalam surat kesepakatan oleh Pemerintah Desa Dedewulo. Dalam surat itu, keluarga korban meminta santunan seikhlasnya dari pihak pelaku. Atas permintaan tersebut, ibu pelaku mengaku hanya mampu menyanggupi sebesar Rp500 ribu.
“Kami sudah berupaya mencari uang, tapi kami dapatnya hanya Rp500 ribu. Itu sudah yang kami serahkan langsung ke pihak korban, dan dibuatkan surat pernyataan,” ungkapnya.
Belum Dapat Dibebaskan
Meski telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, ternyata pelaku tidak dapat dibebaskan dari penahanan Polsek Moutong. Ia mengungkapkan, alasan seorang personel Polsek Moutong, proses hukum harus tetap dilanjutkan karena menyangkut nyawa manusia. Sehingga, anaknya harus menjalani penahanan tiga pekan lamanya.
“Kanitnya bilang tidak segampang itu (keluar). Memang di pihak keluarga urusannya sudah selesai, tapi hukum tetap berjalan, karena menyangkut nyawa,” tutur ibu rumah tangga tersebut.
N terus berupaya agar anaknya mendapat status tahanan luar, sebagaimana telah terjadi kesepakatan perdamaian dengan pihak keluarga korban.
Namun, permintaan itu ditolak oleh Polsek Moutong, dengan alasan akan membahayakan nyawa pelaku. Sebab, pihak Polsek menduga, masih ada kemungkinan keberatan dari keluarga korban lainnya.
“Waktu itu, kanitnya minta saya menghadirkan kelurga korban, karena dia mau dengar sendiri, bahwa mereka (kelurga korban) sudah ikhlas. Setelah itu, saya hubungilah keluarga pelaku, untuk datang ke Polsek Moutong,” kata N.
Tuntutan Ganti Rugi Berubah
Belakangan, lanjutnya, dugaan Polsek Moutong benar adanya. Masih terdapat keluarga korban yang merasa keberatan dengan persoalan tersebut. Hal ini membuat N segera mendatangi rumah korban, dan keluarga yang merasa keberatan kembali menuntut ganti rugi sebesar Rp15 juta. Meskipun santunan dari Jasa Raharja akan dicairkan sebesar Rp50 juta.
“Kami ini orang susah, sehingga tidak mampu menyanggupinya. Sebesar Rp500 ribu saja kami susah cari uang. Saya bingung mau cari ke mana lagi,” tutur N.
Setelah beberapa hari kemudian, nominal ganti rugi atau santunan yang dibebankan keluarga korban turun menjadi Rp3 juta. N pun menyampaikan, bahwa pihaknya menyanggupi hal tersebut dengan catatan pembayaran dilakukan secara berangsur.
Kemudian keesokan harinya, hasil kesepakatan itu dibawa ke Polsek Moutong. Akan tetapi, keluarga korban kembali menuntut ganti rugi sebesar Rp15 juta. N lagi-lagi mengaku tidak sanggup membayar, dan tetap dengan tawaran santunan sebesar Rp3 juta.
“Keluarga korban masih tetap minta Rp15 juta. Akhirnya, saya bilang biar saya ikuti saja jalur hukum, saya tidak mampu bayar,” ungkapnya.
Setelah itu, tiba-tiba seorang personel Polsek Moutong menanyakan kesanggupan ibu kandung FK. Bahkan mengatakan kepada N, jika penyelesaian tidak dapat diangsur serta harus segera dibayarkan saat itu juga.
“Kanitnya bilang tidak mau bertele-tele. Jadi saya (ibu kandung korban) cari uang sampai sore, dapatnya Rp1 juta. Setelah uang itu saya serahkan, dibuatlah pernyataan saat itu dengan pihak keluarga korban. Bahwa tidak ada lagi dendam, kami difoto juga, intinya selesai,” tutur N.
Kembali Menuai Kekecewaan
Sayangnya, N harus kembali mengalami kekecewaan. Karena dua kali proses kesepakatan damai yang dilalui, tak juga dapat membebaskan anaknya dari penahanan Polsek Moutong.
“Saya kira sudah selesai di situ. Saya tanya, anak saya, Pak? Kanitnya bilang, anak ibu belum, pihak keluarga sudah. Tapi hukum tetap berjalan, walaupun dia di bawah umur, tapi ini nyawa,” ungkapnya.
Lagi-lagi, N berupaya meminta agar diselesaikan di tingkat Polsek Moutong saja, mengingat anaknya yang masih di bawah umur. Tetapi, permintaan ditolak dan seorang personel di Polsek Moutong menyarankan untuk mendekati penyidik Polres Parmout, ketika penanganan kasus dilimpahkan.
“Jadi saya tanya, memang kalau sampai begitu mahal Pak? Jadi kanitnya menjawab, begini ya bu, saya kasih gambaran, ibu siapkan saja Rp10 juta. Saya terdiam, setelah itu kami diberikan surat pemanggilan pemeriksaan di Polres,” bebernya.
N melanjutkan, jika dana Rp10 juta bisa terpenuhi di Polres Parmout, maka kasus akan selesai dan langsung keluar dengan satu paket sepeda motor yang digunakan anaknya serta korban. Hingga pada akhirnya, N bersama anaknya memenuhi panggilan Polres Parmout, dibantu seorang personel Polsek Moutong pada 27 April 2025.
“Kami bersama polisi Polsek Moutong berangkat dari sore, tiba pada 28 April 2025, sekitar pukul 02.00 WITA. Tapi karena sudah larut, kami menggunggu di pertigaan Desa Toboli, paginya baru ke Polres Parmout,” ujar N.
Hingga memasuki hari ketiga di Polres, N dan anaknya belum mendapatkan kepastian dan kejelasan status hukum. N yang tidak memiliki sanak saudara terdekat, terpaksa harus menempati Masjid di area Polres untuk menginap.
“Ini baju terakhir saya yang bersih, semua pakaian sudah kotor. Uang saja sudah mulai menipis. Kami diminta untuk menunggu hingga Kasat Lantas Polres Parmout pulang dari umroh dulu,” tuturnya.
Masih dalam Proses Penyelidikan
Menanggapi itu, Kanit Lakalantas, Iptu Ansar menegaskan kasus lakalantas di Desa Moutong Timur masih dalam proses penyelidikan. Ia menyebut, pihaknya tidak melakukan proses penahanan terhadap pelaku yang masih di bawah umur, namun hanya dititipkan di Polsek Moutong.
“Sementara ini masih dalam tahap pemeriksaan di Polres Parmout. Kita juga tidak lakukan penahanan,” jelasnya.
Dalam waktu dekat, kata dia, pihaknya akan melakukan gelar perkara, untuk menentukan langkah penanganan kasus selanjutnya. Di samping itu, Ansar menyebut penanganan kasus terhadap pelaku anak di bawah umur dan orang dewasa berbeda.
Tetapi, karena dalam kasus lakalantas tersebut mengakibatkan adanya korban jiwa, sehingga harus dilakukan pemeriksaan terhadap pelaku didampingi orang tua.
“Memang saya lihat ini sudah ada pernyataan damai. Tapi kami harus melakukan gelar perkara untuk menentukan sikap,” tegasnya.
Terkait saran kepada orang tua pelaku untuk menyiapkan uang sebesar Rp10 juta yang disampaikan seorang personel Polsek Moutong, ia menegaskan, bahwa Polres Parmout tidak pernah membebankan biaya dalam proses penyelesaian perkara.
“Kalau itu tidak ada penyampaian kepada kami. Yang jelas, dalam proses penyelesaian perkara tidak ada bayar membayar. Kalau itu, kami belum monitor,” imbuh Ansar.
Ia menekankan, belum selesainya proses penyelidikan karena masih dalam tahap pemeriksaan untuk melengkapi berkas perkara.
“Kami akan secepatnya menyelesaikan pemeriksaan. Kalau hari ini sudah selesai, silakan dibawa pulang dulu, dengan catatan orang tua menjamin. Sewaktu-waktu dibutuhkan siap datang kembali,” jelasnya.
Kasus Bukan Kewenangan Polsek
Sementara itu, Kapolsek Moutong, AKP Bobby Ismail membenarkan adanya kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Namun, pihaknya tidak memiliki kewenanganan untuk menentukan kelanjutan penanganan kasus tersebut, apalagi korbannya meninggal dunia.
“Namanya hilangnya nyawa seseorang harus ada kepastian hukum yang jelas. Surat kesepakatan itu, mungkin sifatnya hanya meringankan. Kecuali proses perdamaiannya ada di Polres, kalau kami Polsek hanya membantu,” jelas Ismail.
Selama dalam penanganan, Ismail menilai, keluarga N sangat kooperatif dan membantu keluarga korban saat acara tahlilan. Sehingga, ia menyarankan pihak keluarga N untuk menyampaikan ke Kanit Lakalantas Polres Parmout, agar kasus ini tidak sampai ke tingat persidangan. Sebab adanya pernyataan damai antara kedua belah pihak.
Ismail juga membantah adanya permintaan sejumlah dana dari Polsek Moutong kepada keluarga pelaku.
“Saya tidak paham itu. Tetapi setahu saya, namanya Lakantas tidak ada permintaan. Kami hanya membantu pemeriksaan, baru dibawa ke Polres. Kalau di antara kedua belah pihak baku minta, silakan di luar Polsek, kami tidak campuri,” pungkasnya. AFL