Dua Tahun Gempa-Tsunami Palu – Mengejar Berlian Merah di Bibir Teluk Palu

IMG-20200930-WA0029

WARGA Kota Palu sudah terlelap tidur. Suasana kota sudah sepi. Nyaris tak ada lagi kendaraan lalu lalang di jalan. Jarum jam sudah menunjukkan angka satu dini hari.

Tetapi Sapari, wanita yang tak bisa berbicara (tuna rungu), malahan bergegas meninggalkan hunian sementara (huntara) di Jalan Diponegoro. Ia tidak sendirian, tetapi bersama ibunya, Emi. Kedua wanita itu menerobos dalam kegelapan malam menuju pantai.

Di pinggir pantai, mereka menurunkan sampannya ke laut. Tentu saja dinginnya bukan kepalang. Hembusan angin laut menerpa ke tubuh dua wanita itu. Perahu bergerak meninggalkan pantai dalam kegelapan dan kesunyian malam.

Tak jauh dari pinggir pantai, ibu dan anak itu menebar jala. Beberapa jenak kemudian, kedua ujung jala ditarik ke tepi pantai. Saat jala sudah ditarik ke pantai, Sapari dan Emi mulai mengumpulkan udang-udang kecil berwarna merah (ebi) ke dalam wadah keranjang agak besar.

Udang kecil berwarna merah itu adalah berlian merah bagi keluarga Emi. Di Palu disebut lamale. Berlian merah itulah yang menopang kehidupan keluarga Emi. Saban malam mereka turun melaut mengejar lamale.

Mereka pulang nanti menjelang matahari terbit. Begitu tiba, hasil tangkapan dijemur dan siang harinya sudah kering dan siap jual. Setiap turun melaut, rata-rata mendapatkan hasil empat keranjang besar lamale atau setara 5 kilogram setelah dikeringkan.

Bagaimana bila musim penghujan seperti sekarang? Pekerjaan itu tetap dilakoni keluarga Emi setiap malamnya. Tidak mengenal cuaca hujan. “Malahan kalau hujan kami senang karena selalu mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak,” kata Emi.   

“Umur saya sudah 65 tahun, tetapi saya masih kuat menarik jala. Pekerjaan ini sudah saya lakukan sejak muda. Jadi sudah terbiasa,” cerita Emi ketika ditemui di bagian barat jembatan kuning yang dirusak gempa dan tsnunami, 28 September 2018, Senin (21/9) siang.

Biasanya, kata Emi, mereka turun melaut bertiga. Selain bersama Sapari, juga ikut putrinya yang lain, Siti Arfa. Keluarga ini sudah bertahun-tahun menjadi nelayan spesialis menangkap lamale.

Memang sebelum gempa dan tsunami keluarga ini tinggal di sekitar pantai Kampung Lere. Tetapi rumah, perahu, dan alat tangkap mereka hancur lebur saat disikat tsunami. Kini, mereka tinggal di hunatara Jalan Diponegoro.

Siti Arfa bercerita, setelah gempa dan tsunami, keluarganya kehilangan mata pencaharian. Untuk makan pun sulit. Persis seminggu setelah bencana, mereka berupaya kembali melaut di tengah malam. 

Setelah tsuami, mereka tak pernah menerima bantuan perahu dan alat tangkap lainnya. Keluarga ini kemudian membeli perahu seharga Rp 2 juta dengan cara mencicil Rp 500 ribu per bulan. Peralatan tangkap lainnya juga dibeli dengan cara mencicil. “Cicilan perahu sudah lunas,” kata Emi.

Saban hari mereka dapat menghasilkan lima kilogram lamale kering. Bila musim hujan bisa lebih. Kemudian pembeli sudah ada langganan. Setiap kilogram dapat dijual Rp 40 ribu. Tetapi kalau lamale yang agak kecil lebih mahal, Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu setiap kilogramnya.

“Setiap hari rata-rata kami mendapatkan Rp 500 ribu dari hasil penjualan. Bila musim hujan lebih banyak lagi penghasilan. Malahan kami juga kadang mendapatkan ikan cakalang dan ikan rono (ikan teri). Sering kami dapat ikan cakalang juga sampai penuh di perahu,” cerita Emi. 

  

Kegiatan keluarga ini ternyata dilirik Jejaring Mitra Kemanusiaan (JMK) Oxfam. Lembaga itu memang membantu korban kelompok bencana yang rentan, seperti nelayan.

“Ada 125 orang nelayan yang dianggap rentan di Kampung Lere. Jumlah itu dibagi menjadi lima kelompok untuk mendapatkan bantuan dari JMK Oxfam. Selain bantuan, juga diberi pelatihan bagaimana memasarkan hasil-hasil tangkapan mereka,” kata Community Organizer, Rispa R. Manto.

Rispa menjelaskan, bantuan tahap kedua dari JKM Oxfam akan segera turun lagi. Setiap orang akan mendapatkan  bantuan senilai Rp 2,5 juta.

Mendengar kabar itu tampak wajah Emi berseri-seri. Menurutnya, bantuan itu akan digunakan untuk membeli jala baru. Kemudian akan digunakan juga membeli perlengkapan lainnya, seperti termos, gabus, keranjang, fiber kecil. Tetapi menurutnya, yang utama adalah mengganti jala.

Manfaat Lamala

Lamala merupakan salah satu dari bahan penyedap yang biasa digunakan oleh ibu-ibu untuk memasak. Manfaat lamala memang menjadi salah satu penyedap dan bumbu yang rasanya enak dan juga gurih.

Umumny lamala dipakai untuk menguatkan citarasa seafood. Lamala sebaiknya disimpan di dalam kulkas agar dapat bertahan lama. Atau, dapat juga disimpan dalam toples asalkan ditutup rapat.

Bila siap digunakan, sebaiknya direndam dengan air panas agar dagingnya terasa lunak.  

Seekor udang yang ukurannya sedang mempunyai kandungan sekitar 7 kalori. Apabila dimakan selusin memberi kalori sebesar 85 kalori, 15 kal lebih dari 3 ons dada daging ayam. Udang dengan ukuran yang besar, mempunyai kandungan 18 kalori yang apabila dimakan dengan jumlah banyak tidak akan memberikan banyak kalori kepada tubuh.

Memakan udang dengan teratur bisa membantu untuk menambah kinerja atau energi, sebab udang kaya dengan zat besi yang bisa meningkatkan energi pada manusia. Juga dapat membantu untuk memproses lemak Niasin atau vitamin B3 yang ada di dalam udang bisa membantu pemrosesan lemak, protein, dan karbohidrat menjadi energi bagi tubuh kita. Selian itu niasin juga memiliki fungsi untuk menjaga kulit agar tetap sehat. TASMAN BANTO

Pos terkait