FAO Ingin Bantu 15.000 Petani-Nelayan di Pasigala

q

SIGI, MERCUSUAR – Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization /FAO ingin membantu sampai 15.000 petani dan nelayan di Kota, Sigi, dan Donggala (Pasigala) yang terdampak gempa, tsunami, dan likuefaksi 28 September 2018.
“Kami sudah memasukkan proposal kepada pemerintah agar dapat lebih lama berada di sini. Sebelum proposal kami disetujui, kami akan berada dan membantu korban bencana di sini maksimal sampai bulan September atau Oktober,” kata Kepala Perwakilan FAO di Indonesia Stephen Rudgard dalam acara pendistribusian bantuan pertanian dan kelautan untuk 8.000 petani di Sigi, Selasa (2/7).
FAO ingin menjangkau 15.000 keluarga petani dan nelayan di Palu, Sigi, dan Donggala dengan bantuan tunai maupun non-tunai.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu sejak 30 Juni menyalurkan bantuan senilai satu juta dolar AS untuk korban bencana di Sulawesi Tengah.
“FAO telah mendistribusikan bantuan tunai kepada 4.000 rumah tangga di 175 desa di 22 kecamatan, pada ibu dari keluarga petani dan nelayan yang hamil, menyusui dan yang mempunyai anak di bawah lima tahun,” kata Rudgard dikutip Antara.
FAO juga menyalurkan bantuan berupa 430 ton pupuk, tujuh ton lebih benih jagung, tomat, dan cabai rawit, serta lebih 500 ribu meter plastik mulsa plastik kepada 8.000 petani di Palu, Sigi, dan Donggala. Mereka juga memberikan bantuan berupa alat tangkap dan kotak pendingin kepada sekitar 3.000 keluarga nelayan.
“Adalah bagian dari mandat kami untuk memulihkan produksi pangan dan membangun kembali mata pencaharian petani dan nelayan di Palu, Sigi, dan Donggala. Kami ingin memastikan mereka dapat kembali bertani dan melaut seperti sediakala,” kata Rudgard, berharap bantuan itu bisa membantu warga petani dan nelayan memulihkan perekonomian.
Pertanian dan Perikanan

Sebelumnya ia mengatakan, gempa di Palu terhitung sebagai gempa paling mematikan di Indonesia sepanjang lebih dari satu dekade. Tsunami dan likuefaksi yang menyusul setelah gempa, juga telah menghancurkan banyak rumah dan lahan pertanian. Korban jiwa berjatuhan dan ribuan orang menjadi pengungsi karena kehilangan tempat tinggal.

Menurutnya, keluarga di Sulawesi Tengah sangat bergantung pada kegiatan pertanian dan perikanan. Bagi banyak mayoritas penduduk, ini adalah satu-satunya sumber makanan dan pendapatan mereka. Dengan bencana ini mereka kehilangan mata pencaharian.

“Kami tahu bahwa banyak orang di Indonesia telah mengalami ini sebelumnya dan cukup tangguh untuk kembali bangkit. Namun, penting bahwa FAO hadir, dalam mendukung upaya pemerintah untuk membantu masyarakat Sulawesi Tengah agar segera bangkit. Melalui program bantuan ini masyarakat Indonesia dapat memulihkan produksi makanan mereka secepat mungkin dan menghindari lebih banyak kelaparan dan penderitaan di masa depan,” kata Rudgard.

Sektor pertanian dan perikanan telah mengalami kerusakan parah. FAO memperkirakan tingkat kerusakan yang sebenarnya lebih tinggi dari yang terdata. Hingga saat ini, diperkirakan bahwa hampir 10 ribu hektare lahan pertanian telah rusak, dengan padi dan tanaman jagung yang paling terkena pengaruh.

Hilangnya produksi sayuran juga diperkirakan sangat tinggi. Di Kabupaten Sigi, kerusakan pada sistem irigasi utama telah memutus pasokan air ke lebih dari 8.000 hektare lahan pertanian dan kawasan budidaya pertanian

Terdapat risiko tinggi untuk gagal panen lebih lanjut karena berkurangnya tenaga kerja pertanian, hilangnya persediaan pertanian yang disimpan dan terbatasnya akses ke benih, pupuk, peralatan dan irigasi. Beberapa fasilitas perikanan dan akuakultur, termasuk pembenihan ikan, tempat pendaratan, kapal dan peralatan memancing juga telah rusak parah.

Lebih dari 200 ribu orang telah mengungsi dan lebih dari 3.000 orang kehilangan nyawa mereka atau hilang karena rangkaian bencana yang menimpa Sulawesi Tengah .

Selama 70 tahun, FAO telah mendukung Indonesia dengan ratusan program untuk meningkatkan, menstabilkan dan menambah kualitas produksi dan suplai makanan.MAN

Pos terkait