PALU, MERCUSUAR – Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), H Rusdy Mastura menegaskan bertanggung jawab atas insiden tewasnya salah seorang warga Desa, Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong (Parmout), Erfaldi (21), pada peristiwa demo penolakan tambang oleh PT Trio Kencana di Desa Khatulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan, Sabtu (12/2/2022) malam.
“Apa yang terjadi di Khatulistiwa pada Minggu dini hari adalah peristiwa yang diluar dugaan kita semua akan menelan korban jiwa. Saya sebagai pemimpin daerah Sulawesi Tengah, bertanggung jawab dan menghaturkan bela sungkawa mendalam pada keluarga korban,” tegas Gubernur pada pernyataan resminya, Senin (14/2/2022).
Sebagai Kepala Daerah, selain menyampaikan duka cita yang mendalam, Gubernur mengungkapkan dirinya juga mengirimkan santunan duka kepada keluarga korban.
Menurutnya, aspirasi yang dituntut oleh warga Kecamatan Tinombo Selatan dan Kecamatan Kasimbar tersebut, sudah menjadi salah satu komitmen yang akan terus dikawal olehnya.
Gubernur mengaku bahwa pihaknya akan terus membantu masyarakat Kasimbar dan Tinombo Selatan kepada Pemerintah Pusat, atas tuntutan yangg disuarakan masyarakat.
“Apa yang dituntut oleh warga adalah aspirasi yang telah saya komitmen, dan terus mengawal hingga saat ini,” tegasnya.
Gubernur juga menyebutkan dirinya telah berbicara dengan Kapolda Sulteng, Irjen Pol Rudy Sufahriadi, meminta kepada aparat Kepolisian untuk terus melakukan pendekatan humanis kepada semua korban maupun masyarakat yang terdampak atas peristiwa tesebut.
Termasuk salah satunya, insiden korban jiwa dapat diproses dan diselesaikan dengan bijak dan berkeadilan. “Kita mendorong proses penegakan hukum atas peristiwa jatuhnya korban,” imbuh Gubernur.
Terkait masalah pertambangan, ia mengaku sejak awal telah mendorong agar tata kelola pertambangan memberi manfaat bagi daerah dan masyarakat, dengan mekanisme dan aturan yang berlaku.
“Kita semua tentu harus berfikir jernih dan dingin menghadapi masalah-masalah ini. Saya berharap, semua pihak saling menahan diri dan mengutamakan dialog,” pungkas Gubernur.
MINTA PEMDA BERSIKAP
Anggota DPRD Provinsi Sulteng, Ibrahim Hafid meminta pemerintah daerah (Pemda) agar mengambil sikap atas insiden yang menewaskan salah seorang warga saat unjuk rasa di Desa Katulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong pada Sabtu (12/2/2022) malam.
“Saya minta Pemda Sulteng dan Pemkab Parigi Moutong mengambil sikap atas kondisi masyarakat saat ini, terlebih kepada keluarga korban,” kata Ibrahim di Palu, Senin (14/2/2022).
Dia mendesak Polda Sulteng mengusut tuntas dugaan penggunaan peluru tajam saat melakukan pengamanan demonstrasi penolakan izin tambang PT Trio Kencana.
Selain itu, kata dia, dalam menuntaskan tuntutan warga atas penolakan tambang emas di wilayah Kasimbar, Toribulu dan Tinombo Selatan perlu proses dialogis oleh pemangku kepentingan. “Pokok persoalan yang menjadi tuntutan warga segera diselesaikan, oleh karena itu Pemda berperan penting, tidak hanya soal tuntutan penolakan izin tambang, namun juga peristiwa yang menelan korban jiwa itu harus diungkap oleh pihak kepolisian,” tutur Ibrahim.
Ia juga minta agar membebaskan 59 pengunjuk rasa yang saat ini diamankan Polisi di Polres Parmout. “Saya berkoordinasi dengan para pihak agar dibebaskan masyarakat yang ditangkap karena terlibat dalam unjuk rasa saat bentrok dengan Polisi,” katanya.
Sebelumnya, unjuk rasa warga yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Tani (Arti) Koalisi Gerak Tambang di Desa Khatulistiwa pada Sabtu mulai pukul 09.00 Wita dengan tuntutan penolakan izin tambang emas berujung bentrok dengan polisi sekitar pukul 22.00 Wita.
Kepala Bagian Operasi Polres Parigi Moutong AKP Junus Achpah mengemukakan 59 orang warga diamankan dalam aksi tersebut lengkap dengan alat bukti seperti serpihan batu, peluncur, bom molotov.
Polres Parigi Moutong melakukan pengamanan jalannya aksi mengerahkan kurang lebih 300 personel gabungan antara personel Polres setempat dan Brimob Polda Sulteng.
Akibat unjuk rasa tersebut juga terjadi kemacetan arus lalu lintas sekitar 10 kilo meter di wilayah itu karena jalan satu-satunya jalur perlintasan trans Sulawesi itu terblokir. IEA/*/ANT