Guru Tua, Pahlawan di Hati Umat

Oleh: Temu Sutrisno/Dewan Redaksi Mercusuar

HAMPIR setiap tahun, menjelang haul Guru Tua Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri yang jatuh pada tanggal 12 Syawal, atau mendekati Hari Pahlawan 10 November, santer terdengar harapan dan usulan agar beliau diberikan gelar pahlawan nasional. Saya termasuk salah satu dari jutaan umat, yang berharap pemerintah segera merealisasikan gelar tersebut. 

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. Untaian kata tersebut selalu mengingatkan kita untuk selalu mengenang jasa para pahlawan. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa atau umat manusia.  

Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia (WNI) atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa, bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Gelar Pahlawan Nasional diberikan tentunya bukan tanpa tujuan. Pemberian gelar Pahlawan Nasional sesuai Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2009 adalah untuk menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara; menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara; dan menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.

Jika dilihat dari persayaratan untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional yang terdiri dari syarat umum dan syarat khusus, saya berkeyakinan Guru Tua memenuhi syarat-syarat dimaksud. Syarat umum untuk menjadi Pahlawan Nasional antara lain WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI, memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara, berkelakuan baik, setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.

Sementara untuk syarat khusus adalah telah meninggal dunia, semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan, melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya, melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa, memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi, dan melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Mengacu pada pengertian pahlawan sebagaimana diatur UU Nomor 20 Tahun 2009 di atas, sesungguhnya Guru Tua, sangat layak dan memenuhi syarat ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, pahlawan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

Seperti diketahui, Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri atau Guru Tua, lahir di Tarim, Hadramaut, Yaman, 15 Maret 1892 – meninggal di Palu, Sulawesi Tengah, 22 Desember 1969 merupakan tokoh pejuang di Provinsi Sulawesi Tengah dalam bidang pendidikan agama Islam. Sepanjang hidupnya, ulama ini dikenal sebagai sosok yang cinta ilmu. Tak hanya untuk diri sendiri, ilmu itu juga ia tularkan kepada orang lain. Salah satu wujud cintanya pada ilmu adalah didirikannya lembaga pendidikan Islam Alkhairaat sebagai sumbangsih nyata Guru Tua kepada agama islam. 

Guru Tua menjadi inspirator terbentuknya sekolah di berbagai jenis dan tingkatan di Sulawesi Tengah yang dinaungi organisasi Alkhairaat, dan terus berkembang ke seluruh kawasan timur Indonesia.

Lembaga pendidikan Islam Alkhairaat, sampai kini terus bertahan dan berkembang. Alkhairaat memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan sumberdaya manusia (SDM), khususnya di kawasan timur Indonesia.

Dukungan terhadap penobatan pahlawan nasional untuk Guru Tua dari tahun ke tahun terus mengalir. Kini tinggal political will dari pemerintah provinsi Sulawesi Tengah dan pemerintah pusat untuk mewujudkan harapan masyarakat.

Meski sejatinya tanpa penobatan dari pemerintah pusat sekalipun, masyarakat Sulawesi Tengah dan kawasan timur Indonesia telah menempatkan Guru Tua pada posisi tinggi di hati, Guru Tua adalah pahlawan. Guru Tua adalah mutiara peradaban dari Palu Sulawesi Tengah untuk Indonesia. 

Salam takzim untukmu wahai Sayyid Idrus bin Salim Aljufri, salawat dan salam untuk Datukmu Nabiyullah Muhammad Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Sungguh, kami merindukan dan memohon syafaat Nabi kelak di Yaumil Akhir.***

Pos terkait