HUT ke-43 Palu Momentum Bangkit dari Bencana

d-561726af

PALU, MERCUSUAR – Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura menyebut HUT ke-43 Kota Palu adalah momentum bangkit dari bencana alam maupun bencana non-alam (Covid-19) agar kehidupan masyarakat lebih baik.
“Setelah bencana menghantam Palu pada 28 September 2018, kini Tanah Air dilanda Covid-19, maka momentum ini kita harus bangkit dan mampu bertahan serta melangkah lebih jauh agar daerah ini mampu bersaing dalam segala aspek,” kata Rusdy Mastura saat menjadi inspektur upacara HUT ke-43 Palu, di Palu, Senin (27/9).
Di kesempatan itu, atas nama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Gubernur menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada pelaku sejarah yang telah berkontribusi

Termasuk unsur-unsur dan kalangan yang telah proaktif bersinergi membentuk dan membangun Kota Palu sekaligus menjadi kota administratif provinsi tersebut.
“Bencana yang menimpa daerah ini tiga tahun lalu perlu dijadikan pelajar oleh kita semua. Lalu, sehubungan dengan pandemi kami selaku pemerintah tidak henti-hentinya mengimbau masyarakat jangan berpuas diri dan jangan lengah terhadap penurunan kasus Covid-19 di Palu dan sekitarnya,” ujar Rusdy yang juga mantan Wali Kota Palu.
Ia memaparkan, pada capaian progres vaksinasi di Sulawesi Tengah, Kota Palu telah berada di angka kurang lebih 49 persen, sedangkan akumulasi capaian layanan vaksin di provinsi ini baru sekitar 23 persen, dan warga yang belum mendapat layanan vaksinasi agar ikut terlibat menyukseskan program tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan kekebalan kelompok agar risiko penularan Covid-19 dapat ditekan seminimal mungkin.
“Ayo lindungi diri kita, keluarga dan orang-orang terdekat dengan cara ikut berpartisipasi dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh melalui vaksinasi,” katanya

Selain momen bangkit, di usia ke-43 Kota Palu juga diharapkan sebagai momen yang tempat untuk mengevaluasi strategi dan upaya yang telah dikerahkan untuk menjadikan Palu sebagai kota tangguh, kolaboratif dan harmonis serta kota yang melayani seluruh warganya tanpa ada perbedaan.

Dalam rangka percepatan pemulihan dampak bencana gempa, tsunami dan likuefaksi tiga tahun lalu, Pemerintah Sulawesi Tengah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 37 miliar kepada Pemkot Palu untuk pembebasan lahan pembangunan infrastruktur jembatan Palu V serta hunian tetap (huntap) warga penyintas.
“Pemerintah Sulawesi Tengah juga menambah anggaran sebesar Rp 3 miliar untuk kepentingan konsolidasi lahan pembangunan huntap. Semoga apa yang dilakukan ini cepat terealisasi dan warga yang masih tinggal di hunian sementara (huntara) bisa merasakan tinggal di hunian yang layak,” kata Rusdy.

Menanti Huntap

Sementara itu penyintas yang tinggal di hunian sementara (huntara) di Lere, pernah dijanjikan hunian tetap (huntap) namun sampai sekarang belum juga ada.

“Kami pernah dijanjikan untuk pindah ke huntap tetapi sampai sekarang belum juga ada. Belum ada kepastian untuk pindah. Hanya sebagian penghuni huntara di sini yang sudah pindah ke huntap,” kata Rahma ketika ditemui Senin (27/9).

Dijelaskan, sampai sekarang masih terdapat 67 kepala keluarga yang tinggal di huntara Lere. Sedangkan sekitar 20 kepala keluarga lainnya sudah pindah ke huntap.

 “Kami pernah dijanjikan Pak Wali Kota huntap mandiri yang di rusunawa khusus nelayan, sedangkan di rusunawa sudah diratakan tinggal dibangun huntap tetapi ujung-ujungnya dibatalkan. Kami tidak tau apa sebabnya dibatalkan, ” katanya.

Disebutkan, pernah pula ditawarkan ke warga huntap di Pombewe, tetapi warga tidak mau karena mayoritas warga bekerja sebagai nelayan. Bila dipindahkan ke Pombewe, agak jauh dari laut sehingga sulit nantinya melaut.

“Sedangkan warga yang sudah pinda di huntap Tondo tetap datang ke huntara sini karena pekerjaan mereka sebagai nelayan. Disebabkan juga karna jarak yang jauh cukup memakan ongkos,” katanya

Menurutnya, ada juga warga yang mendapat huntap tapi masih bertahan di huntara karena alasan tidak mempunyai kendaraan dan jarak yang cukup jauh. Jadi mereka memilih untuk tetap tinggal di huntara.

 Kendala yang pernah dihadapi selama tinggal di huntara adalah air minum. Penghuni agak kesulitan mendapatkan sumber air bersih. Sedangkan lampu gratis. Air untuk dipakai mandi ada, hanya air untuk minum yang susah. Bila hujan deras huntara juga kebanjiran.

“Mudah-mudahan ada bantuan yang bisa mensejahterakan kami yang tinggal di huntara walaupun hanya beras atau bantuan untuk modal  buka usaha,” katanya. ANT/MG11

Pos terkait