MENJADI orang tua tunggal atau single parent bukanlah perkara mudah. Harus mengurus dan menafkahi anak seorang diri menjadi tantangan yang cukup berat. Hal ini yang dirasakan oleh seorang ibu bernama Sumiati (53).
Kegigihannya menjalani hidup menjadikan dirinya sebagai ispirasi untuk ibu lainnya. Bagaimana tidak. Sehari-hari ia bekerja dengan berjualan nasi kuning dan mampu menyekolahkan lima anaknya hingga sarjana.
Ditinggal almarhum suami sejak tahun 2003, saat itu wanita kelahiran tahun 1968 ini merantau ke Kota Palu dari kota asalnya di Jawa Tengah (Jateng) dengan membawa lima orang anaknya untuk mencoba menyambung nasib di Kota Palu dengan berjualan nasi kuning di sekitar kawasan Pasar Inpres Manonda.
“Tahun 2003, saat itu anak saya yang paling terakhir masih bayi. Jadi kalau saya ke pasar jualan yah kakak-kakaknya yang jaga,” ujarnya saat ditemui di sela-sela aktivitasny berjualan nasi kuning.
Sumiati menjelaskan, selama menjalani hidup dirinya hanya menanamkan komitmen untuk selalu bersyukur dan mendidik anak-anaknya untuk mandiri dan bisa bersekolah hingga tingkat perguruan tinggi.
Hingga saat ini, Sumiati sudah berhasil menyekolahkan lima anaknya, dua orang kini sudah sarjana dan bekerja, bahkan sudah memiliki keluarga. Dua orang lagi kini sedang kuliah di Universitas Tadulako (Untad) Palu dan Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama, Palu. Anaknya yang paling terakhir kini masuk di bangku Sekolah Menegah Atas (SMA).
Seorang diri memenuhi kebutuhan, bahkan lima anaknya bukanlah perkara yang mudah. Namun berkat kegigihan Sumiati yang selalu menanamkan rasa syukur dan prinsip untuk mandiri dan kreatif hingga dirinya selalu sanggup untuk memenuhi kebutuhan dan pendidikan anak-anaknya.
“Alhamdulillah, setiap mereka mau bayar semester pasti ada saja rejeki. Yang paling penting itu kita bersyukur, tanamkan sifat mandiri dan kreatif. Pengeluaran hanya untuk hal-hal yang dibutuhkan,” jelasnya.
Sebelum merantau di Kota Palu, Sumiati dan almarhum suaminya berprofesi sebagai petani. Dia menjelaskan, saat pertama kali datang di Kota Palu, dia hanya mengontrak dan akhirnya tanah di kontrakan tersebut berhasil dibelinya.
“Dulu itu hanya dikontrak, tapi tanahnya sudah saya beli dengan cara dicicil selama empat kali. Saat itu, anak kedua saya yang bangun dengan cara membuat batako sendiri saat itu,” ujarnya.
Sejak kepergiaan sang suami, sosok ibu yang pekerja keras ini mengaku tidak pernah berpikir sedikit pun untuk mencoba mencari pendamping lagi. Dia mengaku, saat itu hanya memikirkan kelanjutan hidup kelima anaknya.
“Tidak pernah kepikiran (menikah lagi), anak saya banyak, saya takut kalau mereka dapat bapak yang tidak sayang sama mereka,” katanya.
Dia juga bangga karena kelima anaknya memiliki pribadi yang kuat dan bekerja keras. Anak pertamanya bahkan sudah bekerja di salah satu sekolah di ibu kota, Jakarta dan berprofesi sebagai guru.
Bahkan untuk mempelancar aktivitas pendidikan anak-anaknya, Suamiati menyediakan tiga unit sepeda motor untuk ketiga anaknya yang saat ini masih kuliah dan bersekolah.
“Saya selalu tanamkan ke mereka untuk bisa mandiri. Pendidikan itulah yang akan merubah hidup mereka untuk jadi lebih baik lagi ke depannya,” ujarnya.
Pendapatan sekitar Rp 200 ribuan per hari dari hasil jual nasi kuning yang seporsi dihargai Rp 8.000 itulah yang selama ini bisa menafkahi dan membiayai pendidikan ke lima orang anaknya.
Walaupun penjualan nasi kuningnya sempat turun akibat pandemi, namun sekarang sudah mulai kembali membaik.
Dia mengaku sudah memiliki banyak langganan yang sering membeli nasi kuningnya. Bahkan untuk orang-orang tertentu seperti tukang becak yang singgah makan di tempatnya akan diberikan nasi yang lebih banyak dari biasanya.
Menurutnya, untuk orang yang bekerja dengan tenaga yang cukup banyak, maka perlu makan yang banyak. Itulah cara dia memelihara langganannya untuk tetap setia membeli nasi kuning di tempatnya.
“Pandemi sempat sepi, kalau tidak habis yah, dibagikan keluarga dan tetangga. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah mulai kembali membaik lagi,” jelasnya
Sumiati berharap, anak-anaknya yang menjadi semangat hidupnya selama ini bisa tumbuh dan hidup dengan baik. Dirinya mengaku sangat bangga dengan semangat ke lima orang anaknya yang ingin menempuh pendidikan tinggi.
“Saya tidak pernah pernah merasa dibebani, semua yang saya dapat adalah rejeki yang Allah titipkan untuk anak-anak saya,” tuturnya.*