PALU, MERCUSUAR – Tahun 2021, pengaruh pandemi Covid-19 diperkirakan belum berakhir. Produksi minyak sawit Indonesia 2021 akan naik signifikan karena pemeliharaan kebun yang lebih baik, cuaca yang mendukung dan harga yang menarik sehingga diperkirakan mencapai 49 juta ton untuk CPO dan 4,65 juta ton untuk PKO.
Hal itu dikemukakan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono kepada watawan secara virtual, Kamis (4/2) siang.
Menurutnya, dengan komitmen pemerintah untuk melanjutkan program B30, konsumsi biodiesel diperkirakan sebesar 9,2 juta KL (Aprobi 2021) yang setara dengan 8 juta ton minyak sawit. Penggunaan sawit untuk oleokimia di 2021 diperkirakan sekitar 2 juta ton untuk domestik dan sekitar 4,5 juta ton untuk ekspor (Apolin 2021).
Permintaan minyak nabati dunia akan sangat tergantung dari keberhasilan vaksin Covid-19. Keberhasilan program vaksin akan meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga akan meningkatkan konsumsi minyak nabati termasuk minyak sawit.
Selain itu, banyak negara yang karena alasan ekonomi terpaksa lebih terbuka. Ekspor minyak sawit Indonesia diperkirakan akan meningkat di tahun 2021 baik volume maupun nilainya. Faktor yang diperkirakan mengganggu permintaan antara lain berjangkit kembalinya Covid-19 di China maupun negara lain.
Kemudian juga berjangkitnya African Swine Fever yang mengganggu permintaan oilseed dan oilmeal yang pada akhirnya akan mengganggu permintaan minyak nabati termasuk minyak sawit.
Beberapa isu penting dan menjadi fokus kegiatan GAPKI tahun 2021 adalah penerapan dan pengawalan implementasi Undang Undang Cipta Kerja (UUCK) dan Peraturan Perundangan turunannya. Kemudian penguatan penerapan sustainability, melalui Percepatan dan Penyelesaian Sertifikat ISPO bagi anggota GAPKI, dan penguatan Kemitraan untuk Peningkatan Percepatan Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Selama 2020
Sebelumnya ia menjelaskan, tahun 2020 diawali dengan optimisme oleh industri sawit karena pada Desember 2019 harga CPO cif Rotterdam mencapai USD 787 per ton yang mulai bergerak naik dari USD 542 per ton sejak Agustus 2019 setelah berada pada rata-rata USD 524 per ton selama Januari-Agustus 2019.
Namun, Januari-Mei 2020 harga turun dan mencapai USD 526 per ton yang disebabkan antara lain permintaan di China mulai menurun karena pengaruh Covid-19. Kemudian tekanan pasokan kedelai ke China karena perang dagang dengan Amerika berkurang dengan panen kedelai di Brazil. Lalu anjloknya harga minyak bumi yang mencapai USD 27/barel (USD 147 per ton).
Pada Mei 2020, China sudah pulih dari pandemi dan meningkatkan impor besar- besaran oilseed dan minyak nabati untuk memulihkan stok yang telah terkuras yang mendorong harga minyak nabati naik.
Pidato Presiden Jokowi pada Agustus 2020 yang menyampaikan komitmen Indonesia untuk terus melaksanakan program biodiesel dalam negeri ikut mempertahankan tren naik harga minyak nabati.
Harga yang baik pada awal 2020, memungkinkan pekebun memupuk dan memulihkan kebunnya sehingga dengan didukung cuaca yang mendukung terjadi kenaikan produksi CPO & PKO rata-rata Jan-Jun 2020 sebesar 3.917 ribu ton, kemudian meningkat menjadi 4.680 ribu ton untuk rata-rata Juli-Des 2020.
Bersamaan dengan kenaikan tersebut, harga CPO dan minyak nabati naik dari rata – rata USD 646 per ton di semester I 2020 menjadi USD 775 per ton pada semester II 2020.MAN