Kapolda Sulteng Minta Maaf ke Wartawan

kapolda-d30ca233

PALU, MERCUSUAR – Kapolda Sulawesi Tengah, Irjen Pol Rudy Sufahriadi meminta maaf kepada para wartawan atas tindakan anggotanya yang membentak dan menyuruh menghapus gambar yang diambil wartawan tvOne Andi Baso Herry di Luwuk, Kabupaten Banggai, Kamis (18/11).

“Saya sudah meminta maaf kepada rekan media dan mohon dimaafkan,” kata jenderal bintang dua itu kepada wartawan melalui WhatsApp, petang kemarin.

Kapolda Sulteng, Kamis kemarin kunjungan kerja ke Mapolres Banggai di kawasan perkantoran Bukit Halimun, Kelurahan Tanjung Tuwis, Kecamatan Luwuk Selatan, Kabupaten Banggai. Dalam kunjungan itu diwarnai insiden tidak mengenakkan.

Salah satu anggota rombongan Kapolda Sulteng, oknum polisi berinisial Brigpol H tanpa alasan yang jelas membentak dan menyuruh menghapus gambar kegiatan yang diambil oleh wartawan tvOne Andi Baso Herry.

Menurut Andi Baso, kunjungan Kapolda Sulteng diawali dengan mengunjungi gerai vaksinasi di Desa Tangkian, Kecamatan Kintom. Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke Mapolres Banggai untuk memberikan arahan kepada personel Polres Banggai.

Sebelum Kapolda memberikan arahan, Andi Baso, sapaan akrab reporter tvOne ini berkesempatan untuk mengambil gambar dokumentasi. Setelah itu reporter Andi Baso disuruh untuk keluar ruangan karena kegiatan bersifat internal.

Namun, saat di luar ruangan, Brigpol H mendatangi Andi Baso dan tanpa basa basi langsung menyuruh Andi Baso untuk menghapus seluruh dokumentasi gambar yang telah diambilnya.

Permintaan tersebut sempat ditolak oleh reporter Andi Baso dan mempertanyakan alasan mengapa dokumentasi harus dihapus. Tanpa memberikan penjelasan, Brigpol H malah memaksa reporter Andi Baso untuk menghapus dokumentasi gambar kegiatan yang diambilnya.

Sempat bersitegang, akhirnya Andi Baso menghapus seluruh file dokumentasinya. Namun, Brigpol H merasa tidak yakin jika gambar tersebut sudah terhapus dan merampas handphone dan membentak-bentak Andi Baso secara berulang-ulang.

Merasa kesal, Andi Baso menyuruh Brigpol H untuk membakar atau menghancurkan handphonenya kepada oknum polisi tersebut. Karena mulai memanas akhirnya perdebatan tersebut dilerai oleh Ajudan Kapolda, Kompol Hangga.

Kepada Andi Baso, Kompol Hangga meminta agar tidak menanggapi ulah oknum polisi yang arogansi tersebut.

Kasus itu menjadi bahan diskusi para wartawan di Palu, kemarin. Kemudian beberapa wartawan mengkorfirmasi ke Kapolda Sulteng, Irjen Pol Rudy  Sufahriadi lewat WhatsApp. Kapolda pun dengan cepat membalasnya dengan permintaan maaf.

IJTI Sulteng Bereaksi

Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tengah pun bereaksi atas kasus itu. Merespon aduan salah satu jurnalis tv (Tv One) di Kabupaten Banggai, Pengda IJTI Sulteng mengecam dan menyayangkan tindakan tersebut.

“Kami sangat menyangkan masih ada oknum polisi yang berlagak seperti preman. Tindakan merampas alat kerja jurnalis, apalagi sampai menghapus karya jurnalistik adalah bentuk pelanggaran hukum nyata terhadap Undang Undang Pers,” ujar Ketua IJTI Sulteng, Rahman Odi, Kamis (18/11/21) di Palu.

Menurut Odi, sikap tersebut sangat bertolak belakang dengan profesionalitas kepolisian dan pers dalam menjalin kemitraan selama ini.

“Kami tidak setuju terhadap perlakuan oknum polisi seperti itu. Padahal sejauh ini Polda Sulteng sudah membangun komunikasi yang baik dengan media dan para Jurnalis,” tegas Odi.

Sebagai pimpinan organisasi, Odi menegaskan, IJTI Sulteng selalu berupaya mewujudkan hubungan harmonis antara insan pers, khususnya anggota IJTI, dengan pihak kepolisian. “Secara organisasi kami juga terus mengingatkan kepada teman-teman jurnalis televisi, untuk selalu membangun komunikasi yang baik dalan setiap peliputan, dalam waktu dan situasi apapun, agar informasi atau pemberitaan yang kita hasilkan selalu kredibel dan berkualitas, tentunya bermanfaat untuk masyarakat luas,” tandas Odi.

Andi Baso menceritakan, ketika gambar dokumentasi sudah terhapus, namun polisi tersebut tidak yakin. Polisi itu lalu merampas handphone dan membentak–bentak korban secara berulang-ulang. Korban kemudian balik bertanya ke polisi itu terkait apa permasalahannya dengan gambar itu? Namun pertanyaan itu tidak digubris. Polisi tersebut terus mengintimidasi dengan suara keras “hapus, hapus, hapus,” secara berulang.

Ketegangan antara korban dengan polisi yang diduga sebagai pelaku berakhir setelah anggota polisi lainnya melerai. Namun gambar-gambar video liputan korban sudah terhapus.

Atas peristiwa itu IJTI Sulteng menilai, tindakan intimidasi, perampasan alat kerja, hingga penghapusan paksa video liputan itu menciderai semangat kemerdekaan pers sekaligus merendahkan profesi jurnalis yang dilindungi Undang-undang, yakni pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 1999.

IJTI Sulteng meminta Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah mengusut kasus itu dan memberi sanksi kepada pelaku. Kemudian, Kapolda Sulteng agar mengedukasi semua personel polisi di Sulawesi Tengah agar bersikap profesional saat berinteraksi dengan jurnalis.

Kasus ini juga sudah dilaporkan ke IJTI Pusat di Jakarta. IJTI Pusat akan melaporkan kasus itu ke Mabes Polri.MAN

Pos terkait