PALU, MERCUSUAR – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) resmi menahan sekaligus menetapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Parigi Moutong (Parmout), inisial (HB) sebagai tersangka keempat dalam perkara korupsi tiga paket proyek jalan tahun anggaran 2023 di Parmout, pada Senin (8/12/2025).
Penahanan ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatan (HB) dalam dugaan gratifikasi saat masih menjabat selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) Parmout.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga tersangka lain pada 9 Oktober 2025. Mereka adalah (SA) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), (IS) sebagai Direktur perusahaan pelaksana proyek, dan (NM) yang bertindak sebagai kuasa direktur pada salah satu paket pekerjaan.
Ketiga tersangka telah lebih dulu ditahan sejak 20 November 2025. Dari hasil penyidikan sementara, potensi kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai sekitar Rp3,8 miliar.
Rinciannya antara lain, kerugian pada ruas Gio–Tuladenggi sekitar Rp911,2 juta, ruas Pembuni–Berojong sekitar Rp1,64 miliar, dan ruas Trans Bimoli–Pantai sekitar Rp1,31 miliar. Penyidik juga mencatat adanya pengembalian sebagian dana dari beberapa pihak.
“Untuk ruas Gio–Tuladenggi, pengembalian dilakukan bertahap sejak 2024 hingga 2025, mencapai lebih dari Rp500 juta. Pada proyek Pembuni–Berojong, nilai pengembalian mencapai Rp150 juta,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, La Ode dalam keterangan tertulisnya, Senin.
La ode pun menerangkan bahwa jumlah tersebut masih jauh dari total kerugian negara yang dihitung penyidik.
Awalnya, penyidikan hanya menyasar pihak penyedia kerja dan PPK. Namun, seiring pendalaman kasus, ditemukan adanya aliran dana kepada (HB) saat proyek dijalankan.
“Setelah kami memastikan adanya gratifikasi kepada HB, statusnya langsung kami naikkan menjadi tersangka dan dilakukan penahanan,” ujar La Ode.
Ia menyampaikan bahwa Kejati Sulteng memastikan tindakan tegas tersebut diambil setelah rangkaian penyidikan mengarah pada adanya penerimaan uang dari pelaksana proyek.
“HB diduga menerima sejumlah uang dari direktur perusahaan pelaksana proyek infrastruktur jalan, dengan total mencapai Rp620 juta,” ungkap La Ode.
Ia pun menuturkan, sebagai bagian dari barang bukti, penyidik turut menyita uang tunai sebesar Rp500 juta dari tangan (HB).
Dalam pesannya itu, La Ode juga menjelaskan bahwa penahanan (HB) dilakukan untuk memastikan kelancaran proses penyidikan, serta mencegah kemungkinan tersangka menghilangkan barang bukti.
“Kami menahan yang bersangkutan setelah alat bukti dinilai cukup dan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa perkembangan kasus ini menunjukkan komitmen penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi secara menyeluruh.
Selain itu, kata La Ode, sebagai penyidik pihaknya tidak hanya fokus pada kontraktor atau pelaksana lapangan, tetapi juga pejabat yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan anggaran.
“Penyidikan kami perluas hingga pejabat yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan anggaran. Karena dalam konteks korupsi proyek tidak hanya soal kontraktor, tetapi juga pejabat yang memiliki otoritas,” pungkas La Ode. AFL







