Kemandirian Pangan, Ketika PT Vale Menanam Masa Depan di Kolaka

Penanaman perdana demplot padi berkelanjutan di Desa Puubunga (Baula), Desa Lemedai (Tanggetada), dan Desa Pubenua (Baula). FOTO : HUMAS PT VALE

KOLAKA, MERCUSUAR – Pagi itu, hamparan sawah di Desa Puubunga, Kecamatan Baula, memantulkan cahaya matahari yang hangat. Di antara genangan air yang baru dialirkan, petani, perangkat desa, hingga perwakilan pemerintah berkumpul menyaksikan penanaman perdana demplot padi berkelanjutan. Sekilas, itu mungkin tampak seperti kegiatan rutin di sentra pertanian.

Namun bagi Kolaka, momen tersebut menjadi simbol babak baru. Transformasi dari pertanian konvensional menuju inovasi berbasis teknologi.

Di tengah upaya nasional memperkuat ketahanan pangan sebagaimana dituntut oleh Asta Cita Presiden Kolaka menemukan perannya sebagai laboratorium hidup yang menyatukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan industri. Demplot yang dibuka serentak di Desa Puubunga (Baula), Desa Lamedai (Tanggetada), dan Desa Pubenua (Baula) bukan sekedar lahan uji, ini adalah ruang belajar bersama untuk menumbuhkan kemandirian pangan dari desa.

Padahal, potensi pangan Kolaka sudah lama diakui. Lahan subur, pola tanam yang kuat, hingga tradisi bertani yang diwariskan turun-temurun menjadi modal besar. Namun tantangan klasik masih membayangi: varietas unggul yang sulit diakses, teknik budidaya yang belum sepenuhnya optimal, dan teknologi pertanian presisi yang belum menjangkau seluruh petani.

Situasi ini mendorong lahirnya kemitraan strategis antara Pemerintah Kabupaten Kolaka dan PT Vale Indonesia Tbk, anggota Mining Industry Indonesia (Mind ID). Demplot ini menguji enam varietas padi unggul seperti PR25, PR107, Bujang Marantau, Trisakti, Mentik Wangi, dan Mentik Susu. Lebih jauh, teknik budidaya presisi seperti Perennial Rice dan Salibu yang memungkinkan panen berulang tanpa penanaman ulang mulai diperkenalkan.

Bagi banyak petani, metode baru ini membuka perspektif berbeda tentang masa depan pertanian. Hal yang dulu dianggap mustahil panen berkali-kali tanpa menanam ulang kini menjadi kenyataan yang sedang diuji di lahan mereka sendiri.

Direktur Utama PT Vale Indonesia, Bernardus Irmanto, menegaskan bahwa inisiatif ini tidak lahir sebagai program CSR sesaat, melainkan bagian dari visi jangka panjang perusahaan dalam berkontribusi pada masyarakat.

“Setiap benih yang ditanam hari ini bukan sekadar tanaman, tetapi simbol komitmen kami untuk menanam masa depan Kolaka,” ujar Irmanto.

“Ketahanan pangan adalah fondasi kemandirian sebuah daerah, dan kami percaya inovasi pertanian dapat berjalan berdampingan dengan pembangunan industri.”
Bagi Pemerintah Kabupaten Kolaka, kemitraan ini menjadi langkah nyata menuju agenda Kolaka Mandiri Pangan, sebuah visi bahwa pertanian bukan lagi sektor pendukung, melainkan pilar utama ekonomi desa.

Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian RI, Widiastuti, yang turut hadir dalam penanaman perdana, menyampaikan bahwa agenda penguatan pangan nasional memang harus ditopang oleh desa.

“Benih unggul sudah tersedia, tetapi distribusinya belum merata. Desa harus dikembangkan sesuai keunggulan lokal. Inisiatif seperti demplot ini bukan hanya relevan, tetapi strategis untuk memperkuat ketahanan pangan nasional,” ujarnya.
Kolaka pun seolah menjawab panggilan itu melalui langkah konkret, bukan hanya perencanaan di atas kertas.

Benih Harapan dari Desa
Inisiatif demplot padi ber
elanjutan ini sebenarnya tidak berdiri sendiri. Ia adalah lanjutan dari pondasi yang dibangun sejak 2021 melalui pengembangan pertanian organik SRI oleh PT Vale di Blok Pomalaa. Hingga kini, 55 petani, termasuk sembilan Perempuan telah terlibat dan merasakan manfaatnya. Salah satu varietas organik unggulan, Menthik Susu, bahkan mulai dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Kolaka.

Dari pengalaman itu, sebuah pelajaran penting muncul: perubahan tidak selalu harus besar, tetapi harus konsisten dan berbasis pengetahuan.

Direktur dan Chief Social & Community Affairs Officer (CSCAO) PT Vale Indonesia, Budiawansyah, menekankan bahwa inti inisiatif ini adalah keberlanjutan.

“Bagi kami, keberlanjutan adalah cara kami bekerja. Melalui demplot ini, kami tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi membangun ekosistem pertanian yang resilient, ramah lingkungan, dan memberi nilai tambah bagi petani Kolaka,” ujarnya.

Demplot yang kini dikembangkan akan menjalani fase pengamatan hingga panen. Pada musim panen berikutnya, varietas terbaik akan diperluas, direplikasi, dipasarkan lokal, dan diproyeksikan menjadi pangan berkualitas bagi masyarakat Kolaka.

Jika berhasil, desa-desa lain akan menjadi bagian dari gerakan yang lebih besar: gerakan menuju Kolaka sebagai salah satu pusat pangan berkelanjutan di Sulawesi Tenggara.

Di tingkat desa, para petani mulai merasakan perubahan. Pendampingan intensif, pelatihan lapangan, hingga pengenalan teknologi budidaya membuat mereka memiliki harapan baru. Harapan untuk tidak lagi bergantung pada satu jenis varietas, harapan untuk meningkatkan hasil panen, dan harapan untuk menyiapkan masa depan keluarga yang lebih baik.
Di Kolaka, benih-benih itu tidak hanya tumbuh di tanah, tetapi juga dalam pikiran dan semangat para petani.

Gerakan ini menjadi bukti bahwa ketika industri, pemerintah, dan masyarakat bergerak bersama, tantangan seperti ketahanan pangan bukanlah beban yang menakutkan. Ia menjadi ruang kolaborasi. Ia menjadi peluang. Ia menjadi masa depan.
Dan masa depan itu sedang ditanam hari ini di Desa Puubunga, Lemedai, dan Pubenua. Dari desa inilah masa depan Kolaka tumbuh, mengakar, dan kelak akan menguatkan Sulawesi Tenggara serta Indonesia.TIN

Pos terkait