Zakir, 61 tahun, sudah beberapa pekan jatuh fakir. Demikian pula nelayan di kampungnya, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat. Mereka tak bisa lagi menangkap ikan karena sudah tak punya perahu, pascatsunami menerjang Palu pada 28 September 2018.
Karena itu, ia bungah tak kepalang ketika mendengar Pemerintah Kota Palu bakal memberikan bantuan perahu. Hore, ia dan puluhan nelayan di pantai Lere akan kembali melaut.
Yang menyampaikan kabar gembira itu, kata Zakir, adalah Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palu, Burhan Hamading, saat ia dan nelayan Lere bertamu ke kantornya pada Oktober. “Karena bantuan itu sebenarnya sudah ada anggarannya tahun 2018, namun ditunda akibat ada bencana,” ujar Zakir memutar ulang keterangan Burhan, Jumat 19 Juli lalu.
Tiga bulan lagi menunggu, pada Januari 2019, hari pembagian perahu tiba. Zakir bersama warga Lere beramai-ramai mengambil perahu di rumah Muhajir. Muhajir adalah penyedia perahu dalam proyek pengadaan ini.
Tapi di sana Zakir kecewa. Ia segera tahu bahwa perahu yang dibagikan itu bukan perahu baru. Catnya banyak yang sudah kusam, beberapa bagian nampak berjamur. Namun, Zakir berpikir, perahu bekas tak masalah, selama bisa dipakai melaut.
Tapi ia kecewa lagi. Perahu-perahu itu ternyata tak siap melaut sama sekali. Ada yang badannya bocor. Ada pula yang sebagian kayunya sudah lapuk.
Toh, ia dan teman-temannya tetap menerima perahu pembagian itu. “Dari pada nantinya tidak mendapat bantuan,” kata Zakir mengatakan alasannya. “Lagi pula mudah-mudahan masih bisa diperbaiki.”
Namun, Zakir lagi-lagi kecewa. Hingga kini perahunya masih teronggok di pinggir pantai. Ketika ditemui Harian Mercusuar, ia masih bertekun memperbaiki perahu itu. Sambil bercerita, ia tak henti menempelkan lem di bagian-bagian perahunya yang bocor. “Untung masih ada sisa lem yang diberikan Muhajir waktu saya ambil perahu di rumahnya, karena dia tahu itu perahu bocor,” katanya.
Rupanya bukan perahu Zakir saja yang bermasalah. Seluruh perahu bantuan untuk warga Lere, sebanyak 22 buah, hingga Juli tak satupun yang sudah melaut.
***
Bantuan 22 perahu untuk warga Lere itu merupakan bagian dari proyek bantuan perahu Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palu untuk memulihkan perekonomian nelayan pascatsunami 28 September 2018. Dalam program ini Dinas juga memberikan bantuan perahu untuk nelayan Mantikulore 4 buah, nelayan Ulujadi 9 buah, dan nelayan Palu Utara 13 buah. Namun hanya perahu bantuan untuk nelayan Lere yang bermasalah.
Kepolisian Resort Palu telah mencium dugaan praktek kotor pada perahu bocor untuk warga Lere tersebut. Karena itu, pada Juli, Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Palu memeriksa perahu bantuan tersebut, yang diparkir di depan eks Hotel Mercure, Kelurahan Lere, Palu Barat. “Banyak kejanggalan yang ditemukan tim penyidik dari fisik kapal yang diterima nelayan korban bencana Palu,” ujar sumber Harian Mercusuar di Polres Palu.
Kejanggalan yang paling kentara adalah adanya ketaksesuaian perahu yang diberikan dengan dokumen proyek, baik Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) maupun Surat Perintah Kerja (SPK) yang diterbitkan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palu. Berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pelaksana proyek, CV. Maritim Jaya, bantuan 22 perahu baru untuk nelayan Lere itu nilainya Rp 164.956.000. Ini berarti Rp 7.498.000 per buah. Seperti apa perahu seharga Rp 7.498.000?
Di pasaran, dengan harga itu, nelayan bisa mendapat perahu baru dengan panjang 6 meter, tinggi 60 cm dan lebar 60 cm.
Nah, polisi menduga, perahu bantuan untuk nelayan Lere adalah perahu bekas. Harganya tentu jauh di bawah plafon, ditaksir sekitar Rp 2 juta per buah.
CV Maritim Jaya juga ditengarai memainkan spesifikasi perahu, karena ada perahu yang ukurannya di bawah ketentuan dalam SPK. Menurut dokumen itu, panjang perahu antara 5,5-6 meter, lebar 55-60 cm, tinggi 60-65 cm, dan balok sema-sema melintang 300-350 cm. Namun tim penyidik menemukan ada perahu bantuan yang panjangnya hanya 4 meter, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm—panjangnya kurang 2 meter, lebar kurang 15-20 cm, dan tinggi kurang 20 cm.
Burhan Hamading membenarkan adanya masalah pada perahu bantuan untuk warga Lere itu. Ia bahkan telah dimintai keterangan sebagai saksi oleh polisi terkait soal ini pada Kamis, 8 Agustus.
Menurut Burhan Hamading, pengadaan perahu untuk nelayan sebenarnya telah dianggarkan dalam APBD Kota Palu 2018 yang disahkan 19 Desember 2017. Nilainya Rp 637.500.000. Lalu, pada 2 Januari 2018, program ini dituangkan dalam DPA/DPPA/DPAL-SKPD Nomor 3.03.3.03.37.01.5.2.dengan nama kegiatan pengadaan alat penangkapan ikan. Tendernya dilaksanakan pada Mei 2018.
Tender itu dimenangkan CV. Maritim Jaya.”(Karena) hanya CV Maritim Jaya yang mengajukan penawaran. Yang memasukkan (penawaran) Muhajir,” kata Burhan.
Pada 12 September 2018, Dinas menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor 027/370.4/SPK/Perikanan mengenai pengadaan perahu itu untuk CV Maritim Jaya. Dalam SPK itu disebutkan CV Maritim Jaya diminta mengadakan 22 perahu dengan harga satuan perahu Rp 7.498.000 dan total nilai proyek Rp 164.956.000. Disebutkan pula CV Maritim punya waktu 90 hari untuk menyiapkan perahu itu, mulai 12 September hingga 10 Desember 2018. Perahu ini disebutkan untuk nelayan Mantikulore.
Ndilalah, 16 hari kemudian Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong diterjang gempa, tsunami, dan likuifaksi. Karena bencana ini, ujar Burhan, Dinas sempat meminta agar program pengadaan tersebut ditunda dulu. Namun, nelayan di pesisir Palu yang menjadi korban bencana mendesak untuk mendapat bantuan perahu. Di antaranya, itu tadi, para nelayan Lere. “Atas perintah Walikota Palu, program tersebut akhirnya dilaksanakan pada bulan Desember 2018,” ujar Burhan.
Namun penerima programnya berubah: bukan lagi untuk Mantikulore, tapi bagi nelayan Lere. Tapi perusahaan yang mengadakan perahunya tetap CV Maritim Jaya.
CV Maritim Jaya adalah diketahui beralamat di Jalan Lanusi 67, Gunung Bale, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala. Pemilik sekaligus Direktur CV. Maritim Jaya adalah Jumadil. Ini berdasarkan dokumen Akta Notaris Nomor 145 Tanggal 29 Oktober 2014 yang diterbitkan notaris Ninik Ike Puspita, SH. Lalu, siapa Muhajir yang membawa CV Maritim Jaya kepada Burhan Hamading?
Jumadil mengatakan Muhajir bukan orangnya. Bukan hanya itu, ia memastikan tidak pernah mengerjakan proyek pengadaan perahu tahun 2018 di Kota Palu. Namun, ia mengungkapkan, perusahaannya pernah dipinjam oleh kenalannya, Rahmat, untuk pengerjaan proyek di Palu. “Saya biasa meminjamkan perusahaan saya ke Rahmat. Selama ini tidak ada masalah,” ujarnya ketika ditemui di Donggala, Agustus 2019.
Rupanya oleh Rahmat perusahaan tersebut dipinjamkan lagi kepada Muhajir untuk proyek pengadaan perahu itu. Rahmat mengakui hal ini.
Ketika dihubungi awal September lalu di Palu, Rahmat mengatakan, Muhajir memang menggunakan bendera CV Maritim Jaya milik Jumadil untuk mengerjakan pengadaan perahu. Rahmat meminjamkan perusahaan itu kepada Muhajir karena ia kenal baik dan percaya bahwa pekerjaan tersebut akan berjalan dengan baik. Ia mengaku tidak menyangka pekerjaan itu justru bermasalah.
Tapi, masih ada soal dengan Jumadil: ada tanda tangannya dalam kontrak kerja proyek.
Jumadil lagi-lagi membantah. Ia mengakui saat dimintai keterangan di Polres Palu pernah melihat kontrak kerja tersebut, lengkap dengan tanda tangan yang mengatasnamakan dirinya. Namun ia berani memastikan bahwa tanda tangan dalam kontrak yang dilihatnya itu adalah tanda tangan palsu.
Pengakuan Jumadil diperkuat oleh keterangan Burhan dan PPTK Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Andi Nazir. Keduanya mengatakan mereka belum pernah bertemu langsung dengan Jumadil. Selama pengurusan dokumen administrasi, mereka hanya berhubungan melalui Muhajir.
Muhajirlah, kata Burhan, yang mengajukan CV Maritim Jaya untuk mengikuti proyek pengadaan perahu ke Dinasnya. Burhan Hamading mengaku tahu Muhajir kala itu adalah sopir pribadi istri wali kota Palu. Namun, ujarnya, pekerjaan Muhajir tak ada hubungannya dengan kemenangan CV Maritim Jaya.
Ia menceritakan, Muhajir kala itu datang menyodorkan berkas CV Maritim Jaya untuk mengerjakan pengadaan perahu dengan membawa penawaran. “Hanya perusahaan itu yang mengajukan penawaran,” kata Burhan. Lalu apa kaya Muhajir?
Muhajir membenarkan dirinya menjadi penyedia perahu untuk nelayan Lere. Tapi dia membantah perahu itu adalah perahu bekas atau rusak. Ia mengatakan semua perahu itu dalam kondisi baru. Hanya saja perahu-perahu tersebut lama tersimpan di halaman rumahnya sehingga mulai rusak.
“Proyek ini ada dan sudah ada perahunya sebelum bencana 28 September 2018. Wajar kalau perahu rusak karena kena matahari dan hujan. Untuk melindungi perahu saya tutup dengan terpal,” kata Muhajir.
Namun, ada temuan polisi dari badan salah satu perahu. Pada badan perahu itu terbaca label inventaris kabupaten Donggala yang sudah ditutup cat.
Lagi-lagi Muhajir membantah temuan ini. “Silahkan saja lihat dokumen berita acara penyerahan, semua pihak atau saksi bertanda tangan, bahkan saat penyerahan barang ke nelayan, ada pihak Inspektorat dan Dinas yang menyaksikan langsung,” ujarnya.
***
Apakah nelayan Lere mendapat perahu baru atau bekas, inilah faktanya: hingga tujuh bulan setelah mendapat perahu bantuan, Zakir masih saja fakir. Demikian pula puluhan nelayan Lere lainnya. Perahu-perahu itu tak mau dibawa melaut berlama-lama.
Sebagian nelayan masih mencoba memperbaiki perahu bantuan tersebut dengan uang sendiri. Adam, misalnya, telah menghabiskan anggaran Rp 1,5 juta untuk mengganti dua lembar papan perahunya. Zakir sendiri sudah habis modal Rp 300 ribu untuk perahu itu.
Ada pula yang memilih menyerah. Tujuh nelayan terpaksa mengembalikan perahu bantuan itu. Bukan karena mereka tak butuh, namun karena mereka tak punya cukup uang untuk memperbaiki kerusakannya. Namun menurut Muhajir, untuk tujuh perahu ini ia telah menggantinya dengan yang baru. “Tujuh perahu yang rusak saya ganti dengan perahu baru, sampai harus mengorbankan 2 unit mobil untuk membiayai semuanya,” kata dia.
Itulah cerita lara di pantai Lere.
Muhajir: “Tidak Ada Satu pun yang Protes Saat Menerima Perahu”
Oktober 2018. Sebulan setelah tsunami menerjang pesisir Kota Palu, Pemerintah Kota melanjutkan program bantuan pengadaan perahu yang sudah dianggarkan dalam APBD 2018. Namun kali ini bantuan diperuntukkan bagi nelayan yang terdampak bencana, termasuk nelayan Lere. Muhajir yang membawa nama CV. Maritim Jaya ditunjuk langsung melaksanakan proyek pengadaan 22 perahu di Lere, dengan total anggaran Rp 164.956.000.
Belakangan perahu itu diduga bermasalah: ada yang rusak, ada yang speknya kurang. Kepada Harian Mercusuar, Muhajir menjelaskan duduk soal maslaah perahu itu.
Apakah benar Anda yang mengerjakan proyek pengadaan perahu di Kelurahan Lere?
Ya benar. Tapi saya hanya sebagai penyedia barang.
Bagaimana dengan CV. Maritim Jaya?
Perusahan itu yang dipakai untuk melaksanakan proyek pengadaan perahu.
Informasi di lapangan mengatakan bahwa perahu-perahu itu adalah perahu bekas.
Siapa bilang perahu bekas. Perahu itu ada sebelum terjadinya bencana 28 September 2018. Dan perlu diketahu bahwa proyek itu sudah ada sebelum terjadinya bencana, hanya saja sempat tertunda. Tapi setelahnya bencana dilanjutkan lagi. Wajar kalau perahu sudah ada yang mulai rusak karena terkena sinar matahari dan hujan. Saya selama ini sudah berusaha dengan menutup perahu-perahu itu menggunakan terpal, tapi yang namanya kayu kalau lama disimpan tetap akan lapuk.
Apakah saat penyerahan perahu ada nelayan yang protes?
Tidak ada satupun yang protes saat menerima perahu. Bahkan mereka bersyukur sudah bisa dibantu. Kalau dari awal ini dianggap bermasalah dan perahunya tidak layak, kenapa pihak pemeriksa menyatakan semua dalam kondisi baik saat penyerahan. Silahkan saja lihat dokumen berita acara penyerahan, semua pihak atau saksi bertandatangan, bahkan saat penyerahan barang ke nelayan, ada pihak inspektorat dan dinas yang menyaksikan langsung.
Bagaimana dengan ada ditemukan lebel inventaris pemerintah Donggala di perahu?
Saya tidak tahu itu. Yang jelas saya hanya sebagai penyedia tapi buka pembuat. Saya beli perahu-perahu dalam kondisi baru dari pengrajin.
Pihak CV Maritim yang dipakai sebagai pihak yang mengerjakan pekerjaan mengaku tidak mengetahui soal pengadaan perahu, bahkanpemilik mengakui bahwa tanda tangan yang ada di kontrak buka tandatangannya, artinya dipalsukan.
Silahkan tanya sama Dinas soal itu. Yang jelas saya tidak pernah tandatangan kontrak apapun dan tidak ada namanya kwitansi jual beli barang. Saya hanya sebagai penyedia barang.
Apakah pernah dipanggil oleh pihak kepolisian?
Ya, saya pernah terkait masalah itu. Tapi saya sudah mengeluarkan biaya untuk memperbaiki perahu yang rusak. Bahkan 7 perahu yang rusak saya ganti dengan perahu baru, sampai harus mengorbankan 2 unit mobil untuk membiayai semuanya.
*/**
Burhan Hamading: “Hanya CV. Maritim Jaya yang Mengajukan Penawaran”
Burhan Hamading, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palu, mengatakan pengadaan perahu untuk nelayan Lere adalah kelanjutan paket alat tangkap ikan tahun 2018. Proyek ini sebelumnya ditangguhkan karena terjadi bencana pada 28 September, meskipun saat itu tender sudah dilaksanakan dan dimenangkan CV Maritim Jaya. Karena itu pula, ketika Walikota Palu memerintahkan proyek ini dilanjutkan, CV Maritim Jaya tetap menjadi pelaksananya.
Berikut wawancara dengan Burhan Hamading.
Kapan paket ini dimulai?
Kegiatan ini masuk dalam program pengembangan perikanan tangkap, dengan nama kegiatan pengadaan +alat penangkapan ikan+ rinciannya alat angkut apung tak bermotor yang tertuang dalam DPA/DPPA/DPAL-SKPD Nomor 3.03.3.03.37.01.5.2 pada 2 Januari 2018 dengan nilai anggaran 637.500.000.
Awalnya program ini tertunda, namun karena desakan nelayan yang membutuhkan perahu, maka tetap dilaksanakan dan dimulai pada Desember 2018.
Mengapa CV Maritim Jaya yang dipakai untuk mengerjakan pekerjaan ini?
Karena hanya CV. Maritim Jaya saja yang mengajukan penawaran sejak Mei 2018 sebelum bencana terjadi.
Siapa yang membawa perusahaan ini?
Muhajir, sopir ibu wali kota Palu
Apakah bapak tahu bahwa Muhajir bukan pemilik perusahaan?
Saya tidak mengetahu soal siapa pemilik perusaan saat mengajukan permohonan pekerjaan. Yang penting dokumen lengkap dan memenuhi syarat, dan PPTK katakan baik ya dilaksanakan.
Selama pengurusan dokumen apakah bapak pernah bertemu Jumadil selaku pemilik perusahaan?
Saya tidak pernah ketemu, mereka selama ini berusan dengan PPTK, namun menurut PPTK Andi Nazir selama ini yang dapat ke dinas untuk mengurus dokumen hanya Muhajir dan tidak pernah bertemu dengan yang namanya Jumadil.
Bagaiman dengan keluhan nelayan soal perahu yang mereka terima
Itulah kami masih berusaha agar semua baik. Namun ternyata perahu yang Muhajir berikan kepada nelayan perahu bekas. Tapi semua sudah diperbaiki, bahkan yang dikembalikan sudah diperbaiki dan dibuat seperti baru kembali oleh pengrajin yang ada di Lere.
*/**