LBH Sulteng Perjuangkan Ribuan Honorer Donggala

LBH Sulteng Perjuangkan Ribuan Honorer Donggala TALISE, MERCUSUAR - Sebanyak 4.100 pegawai honorer Kabupaten Donggala mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah untuk meminta pendampingan terkait nasib mereka yang belum mendapatkan kejelasan status kepegawaian. Kedatangan ribuan honorer ini menjadi sinyal kuat bahwa problem ketenagakerjaan di daerah tersebut kian mendesak untuk diselesaikan. Koordinator Aksi LBH Sulteng, Mohammad Rasdin menyatakan, pihaknya langsung melakukan klarifikasi ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Donggala untuk memastikan penyebab banyaknya honorer tidak lulus dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Dari jawaban BKD, faktor utama yang membuat mereka tidak lulus PPPK adalah keterbatasan keuangan daerah,” ujar Rasdin, Jumat (12/12/2025). Rasdin menilai alasan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima, mengingat Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi penyumbang pendapatan negara terbesar. “Sulteng memiliki dana bagi hasil yang fantastis setiap tahun. Kita menyumbang sekitar 570 triliun ke Pemerintah Pusat. Tapi penduduk Sulteng, yang jumlahnya kurang lebih tiga juta orang, sama sekali tidak merasakan apa-apa dari dana itu,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa dana tersebut lebih banyak dinikmati pemerintah pusat sementara masyarakat Sulteng hidup dalam kesenjangan sosial yang cukup jauh. “Bayangkan saja, mereka ini sudah mengabdi 5 sampai 20 tahun. Seharusnya negara hadir dan peduli. Mereka memiliki peran besar, bahkan lebih besar dibanding sebagian ASN,” lanjut Rasdin. Menurutnya, honorer tidak meminta banyak: mereka hanya berharap bisa memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) sebagai bentuk pengakuan negara atas pengabdian mereka. Rasdin menekankan bahwa regulasi terkait kepegawaian bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. “Aturan yang tidak bisa diubah itu hanya kitab suci. Selama ini masih aturan atau regulasi, pastinya bisa berubah atas nama suara rakyat. Suara rakyat berada di atas konstitusi atau aturan apa pun,” tegasnya. Sementara itu, Pendamping Hukum LBH Sulteng, Agussalim, menambahkan bahwa pihaknya akan menekan pemerintah Kabupaten Donggala agar membuka ruang formasi PPPK bagi para honorer yang telah lama mengabdi. “Donggala adalah kabupaten tertua di Sulteng. Seharusnya bisa memberi contoh bagi daerah lain. Kalau mereka tidak bisa melakukan apa-apa, kami akan somasi,” ujarnya. Ia menegaskan LBH Sulteng akan terus memperjuangkan hak-hak seluruh honorer di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Donggala. “Kami tidak akan berhenti. Ini soal keadilan bagi mereka yang sudah menjadi tulang punggung pelayanan publik selama puluhan tahun,” tutupnya. UTM

TALISE, MERCUSUAR – Sebanyak 4.100 pegawai honorer Kabupaten Donggala mendatangi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah untuk meminta pendampingan terkait nasib mereka yang belum mendapatkan kejelasan status kepegawaian. Kedatangan ribuan honorer ini menjadi sinyal kuat bahwa problem ketenagakerjaan di daerah tersebut kian mendesak untuk diselesaikan.
Koordinator Aksi LBH Sulteng, Mohammad Rasdin menyatakan, pihaknya langsung melakukan klarifikasi ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Donggala untuk memastikan penyebab banyaknya honorer tidak lulus dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Dari jawaban BKD, faktor utama yang membuat mereka tidak lulus PPPK adalah keterbatasan keuangan daerah,” ujar Rasdin, Jumat (12/12/2025).
Rasdin menilai alasan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima, mengingat Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi penyumbang pendapatan negara terbesar.
“Sulteng memiliki dana bagi hasil yang fantastis setiap tahun. Kita menyumbang sekitar 570 triliun ke Pemerintah Pusat. Tapi penduduk Sulteng, yang jumlahnya kurang lebih tiga juta orang, sama sekali tidak merasakan apa-apa dari dana itu,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa dana tersebut lebih banyak dinikmati pemerintah pusat sementara masyarakat Sulteng hidup dalam kesenjangan sosial yang cukup jauh.
“Bayangkan saja, mereka ini sudah mengabdi 5 sampai 20 tahun. Seharusnya negara hadir dan peduli. Mereka memiliki peran besar, bahkan lebih besar dibanding sebagian ASN,” lanjut Rasdin.
Menurutnya, honorer tidak meminta banyak: mereka hanya berharap bisa memiliki Nomor Induk Pegawai (NIP) sebagai bentuk pengakuan negara atas pengabdian mereka. Rasdin menekankan bahwa regulasi terkait kepegawaian bukan sesuatu yang tidak bisa diubah.
“Aturan yang tidak bisa diubah itu hanya kitab suci. Selama ini masih aturan atau regulasi, pastinya bisa berubah atas nama suara rakyat. Suara rakyat berada di atas konstitusi atau aturan apa pun,” tegasnya.
Sementara itu, Pendamping Hukum LBH Sulteng, Agussalim, menambahkan bahwa pihaknya akan menekan pemerintah Kabupaten Donggala agar membuka ruang formasi PPPK bagi para honorer yang telah lama mengabdi.
“Donggala adalah kabupaten tertua di Sulteng. Seharusnya bisa memberi contoh bagi daerah lain. Kalau mereka tidak bisa melakukan apa-apa, kami akan somasi,” ujarnya.
Ia menegaskan LBH Sulteng akan terus memperjuangkan hak-hak seluruh honorer di Sulawesi Tengah, khususnya di Kabupaten Donggala.
“Kami tidak akan berhenti. Ini soal keadilan bagi mereka yang sudah menjadi tulang punggung pelayanan publik selama puluhan tahun,” tutupnya. UTM

Pos terkait