Luka’ bin Luka’

Lebih baik dipimpin orang bodoh daripada pemimpin yang curang (Stephen Mc Kenna). Pernyataan Mc Kenna, merupakan kritik abadi atas perilaku banyak pemimpin dunia yang kerap berlaku curang. Kecurangan mulai dari proses menuju tampuk kekuasaan, hingga proses dia memimpin.

Sentilan Mc Kenna sepertinya mengena pada kondisi politik Negeri Beribu Pulau, memanfaatkan peluang transisi demokrasi, banyak orang memilih lubang jarum sekalipun untuk memenangkan perebutan kekuasaan, meski harus menggeser orang lain ke ujung jarum. Benar salah, etis tidak etis, bermartabat ataupun bejat bukan lagi ukuran. Yang haram saja susah, apalagi yang halal. Kira-kira begitu jalan pemikiran mereka yang terbuai mimpi kekuasaan.

Penggelembungan suara pemilih, manipulasi data kependudukan, dan politik uang masih mewarnai isu pemilihan pemimpin. Proses dan hasil pemilihan digugat pihak yang kalah. Digugat mereka yang mencurigai ada kecurangan.

Begitu terpilih, janji-janji politik tidak direalisasikan. Korupsi jadi pilihan. Nyaris tiap hari berita penangkapan pemimpin di daerah A, B, C, dan seterusnya menghiasi berbagai media. Mirisnya, alih-alih malu pada rakyat, pada Tuhan dan bertobat, mereka yang tertangkap atau mereka yang terbukti secara hukum tetap tersenyum, ketawa tidak ada rasa malu dan penyesalan telah menyurangi rakyat.

Kiranya benar, yang disampaikan filsuf Bertrand Russel. Banyak orang ingin diagungkan, dijunjung banyak orang. Apapun akan dilakukan untuk tujuan tersebut. Cara termudah menuju keagungan menurut Bertrand Russel, hanya dan hanya melalui kekuasaan.

Benarkan pemimpin curang lebih baik dari pemimpin bodoh? Tidak, batin Tonakodi. Pemimpin curang dan bodoh sama mudaratnya bagi rakyat.

Tonakodi teringat wasiat pemimpin agung, Nabiullah Muhammad SAW. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik dari Nabi SAW, bahwa sebelum hari kiamat terjadi, terdapat tahun-tahun penipuan. Pada tahun-tahun tersebut, orang tepercaya dituduh, orang tertuduh dipercayai, dan arruwaibidhah berbicara.

Para sahabat berkata, “Apa ar-ruwaibidhah itu?” Nabi SAW bersabda, “Yaitu orang bodoh yang berbicara tentang urusan manusia”.

Jika para pemimpin manusia seperti itu, seluruh urusan menjadi jungkir-balik. Akibatnya, pembohong dipercayai, orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah, orang tepercaya dikhianati, orang bodoh bicara, orang berilmu diam.

Ath-Thabrani meriwayatkan hadits dari Abu Dzar dari Nabi SAW bersabda, “Hari Kiamat tidak terjadi hingga yang berkuasa di dunia ialah Luka’ bin Luka’.”

Ibnu Al-Atsir berkata, “Luka’ dalam bahasa Arab artinya “budak” kemudian digunakan untuk orang bodoh dan tercela. Untuk orang laki-laki yang bodoh dikatakan luka’ dan untuk wanita yang bodoh dikatakan laka'”.

Kata tersebut seringkali digunakan dalam kata panggilan yang berarti orang hina. Kata tersebut juga dimutlakkan dengan arti anak kecil. Jika kata tersebut digunakan untuk orang dewasa, maka maksudnya ialah orang yang kecil ilmu dan akalnya.

Pemimpin yang bodoh dan curang, sama jeleknya. Sungguh agama melarang untuk memilih pemimpin bodoh dan curang, karena kebodohan dan kecurangan tidak dibenarkan dalam ajaran agama.

Kemimpinan, jabatan dan kedudukan sering kali disalahgunakan untuk menipu rakyat atau orang-orang yang berada dalam kepemimpinannya. Kecurangan dan sikap mensia-siakan amanah pada sebagian para pejabat sudah menjadi rahasia umum. Kasus-kasus hukum yang menimpa mereka, sudah menjadi menu informasi yang kita terima sehari-hari. Padahal perbuatan yang demikian mendapat ancaman keras dari Nabi SAW. Dari Ma’qil bin Yasar al Muzani, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan atasnya surga. (HR Muslim)

Sayyidina Umar bin khatab pernah berkata, pahamilah agama sebelum memimpin. Umar menegaskan bahwa, memahami agama merupakan pra-syarat menjadi pemimpin. Karena itu sebelum menjadi pemimpin diharuskan mempelajari agama terlebih dahulu. Jika pemimpin tidak memahami agama maka akan lahir kepemimpinan orang-orang bodoh. Jika sudah muncul pemimpin bodoh, maka kehancuran suatu umat sudah di depan mata.

“Ya Allah semoga pemilihan pemimpin di negeri ini tidak melahirkan pemimpin yang bodoh, tidak memenangkan mereka yang curang. Jauhkan kami dari pemimpin yang bodoh dan curang,” doa Tonakodi.***

 

 

Pos terkait