KHARTOUM, MERCUSUAR – Situasi memanas yang terjadi akibat pertempuran faksi-faksi bertikai di Sudan, turut berdampak pada aktivitas Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada Khartoum, di ibukota negara tersebut.
Di antaranya para mahasiswa asal Provinsi Sulteng, yang sedang menuntut ilmu di Universitas Internasional Afrika atau International University of Africa (IUA).
Salah seorang mahasiswa asal Kota Palu, Hajir Ahmad, yang dihubungi Mercusuar, Rabu (19/4/2023) menceritakan situasi di Khartoum masih mencekam, karena pertempuran antara faksi pemerintah dan pendukung kudeta masih berlangsung.
Hajir melaporkan, kondisi dirinya bersama beberapa mahasiswa WNI lainnya yang berada di lingkungan kampus dalam keadaan aman. Namun, para mahasiswi yang asramanya berada tidak jauh dari titik konflik, diungsikan ke auditorium kampus.
“Kami di kompleks kampus, Alhamdulillah, di hari pertama aman. Para mahasiswa yang kebetulan asramanya tidak jauh dengan lokasi pecahnya konflik, diungsikan ke auditorium kampus yang dekat dengan asrama pria, lumayan luas jadi penampungan untuk mahasiswa,” kata Hajir, yang mengambil jurusan Islamiyah.
“Mahasiswi asal Sulawesi yang diungsikan 3 orang. Kalau mahasiswa asal Sulawesi di asrama ada 10 orang, yang di luar juga banyak tersebar di beberapa titik,” ungkapnya menambahkan.
Hajir bersama rekan-rekannya lalu berinisiatif untuk membuat posko pelayanan dan dapur umum bagi WNI yang berada di sekitar asrama, termasuk para mahasiswi yang diungsikan.
“Kami berinisiatif menyiapkan makan sahur, tim relawan sudah dibentuk untuk galang dana, distribusi barang dan sebagainya. Prioritas kami adalah beberapa ibu hamil dan menyusui, yang Alhamdulillah sudah dievakuasi ke kantor KBRI di Khartoum,” tuturnya.
Konflik di Sudan, utamanya di Ibukota Khartoum, dimulai sejak 15 April 2023 pagi hari waktu setempat. Menurut Hajir, tidak ada tanda-tanda konflik akan terjadi. Ketika perang akhirnya pecah, semua orang diimbau untuk tetap berada di tempatnya masing-masing.
“Artinya kita tidak bisa ke mana-mana, terisolasi di tempat masing-masing. Di beberapa tempat, ada teman-teman yang sedang bepergian akhirnya mereka harus stay di situ,” imbuh Hajir.
Di hari ketiga terjadinya konflik, atau pada 17 April 2023, para mahasiswa yang menjadi relawan mulai menemui kendala, khususnya pada proses pendistribusian barang-barang kebutuhan.
Hal itu diakibatkan di beberapa titik konflik masih berlangsung, dan barang-barang mulai sulit terjangkau. Selain karena harganya meningkat signifikan, juga karena barang-barang banyak yang dijarah. Namun, Hajir menekankan, para relawan tetap mengupayakan kebutuhan para mahasiswa dan WNI tetap terpenuhi.
“Untuk bahan pokok masih aman, walaupun terjadi kenaikan yang signifikan. Beberapa bahan pokok juga sudah mulai langka,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, kebutuhan listrik dan air bagi mahasiswa dan WNI yang berada di lingkungan kampus masih aman. Berbeda dengan yang berada di luar lingkungan kampus, atau yang tinggal di rumah-rumah, saat ini mengalami krisis listrik dan air, akibat terputusnya akses listrik.
“Teman-teman di asrama Alhamdulillah kebutuhannya terpenuhi, listrik masih menyala. Namun, yang tinggal di rumah-rumah sudah mulai krisis air dan listrik, karena kabarnya tower listrik untuk anak-anak tinggal di rumah rusak, jadi tidak ada listrik sama sekali,” kata Hajir.
Karena kondisi tersebut, beberapa mahasiswa yang tinggal di rumah-rumah terpaksa mengambil risiko untuk ke luar menuju kampus, agar dapat memenuhi kebutuhan akses listrik, di saat jeda pertempuran. Kondisi tersebut juga dimanfaatkan para relawan, untuk melakukan pendistribusian barang-barang kebutuhan.
“Mereka mengambil risiko di tengah-tengah jeda waktu pertempuran. Ada beberapa kondisi yang mana para tentara menyepakati untuk gencatan senjata, kesempatan itu kami manfaatkan untuk pendistribusian dan teman-teman yang tinggal di rumah-rumah ke kampus untuk men-charge ponsel, powerbank dan sebagainya. Walaupun dalam kondisi jeda tersebut beberapa suara tembakan masih terdengar,” tutur Hajir.
Ia bersama rekan-rekannya saat ini sedang menanti keputusan dari pemerintah RI, terkait apakah akan dilakukan evakuasi atau tidak. Berkembang beberapa pilihan evakuasi yang bisa dilakukan, pertama melalui udara langsung menuju Indonesia, atau pilihan kedua melalui jalur darat menuju Mesir atau Arab Saudi terlebih dahulu.
“Evakuasi sempat dibicarakan. Ada opsi darat kita bisa ke Mesir atau Saudi, kalau udara bisa langsung ke Indonesia. Namun, tentara pasukan kudeta masih menguasai beberapa titik, termasuk di ibukota, walaupun di beberapa tempat lainnya sudah diambil alih oleh pihak pemerintah,” ungkapnya.
Di tengah situasi tersebut, Hajir mengaku belum memikirkan persiapan merayakan Idulfitri. Menurutnya, keselamatan dan keamanan masih menjadi prioritas untuk dipikirkan.“Kalau untuk Idulfitri, kami belum tahu bagaimana,” pungkasnya. IEA