Penyayang Anak Yatim Itu Telah Pergi…Selamat Jalan Bibi Ija

pemakaman almarhumah

 

Tulisan: Temu Sutrisno

Bibi Ija, begitu orang-orang memanggil Hj. Sitti Chadidjah Toana, putri pejuang perintis kemerdekaan Abdul Wahid Toana. Saya yang bergabung dengan Mercusuar tiga belas tahun terakhir juga memanggil dengan panggilan Bibi Ija.

Jauh sebelum bergabung di Mercusuar, saya mengenalnya sebagai aktivis perempuan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib anak-anak di Sulawesi Tengah. Persinggungan aktivitas kemanusiaan-mengurusi anak-anak- saat saya aktiv sebagai Pengurus HMI kurun 1998-2005.

Ada pengalaman tidak terlupakan. Tahun 2000-an, sekira Pukul 01.00 Wita dini hari saya dihubungi Ketua PII Sulteng, Supriyanto.

Anto menyampaikan, Bibi Ija minta tolong menjemput anak-anak pengungsi dari Poso. Satu pesan Bibi Ija saat itu, jangan lihat suku, ras, agama. Tolong semua yang bisa ditolong. Sebuah pesan kemanusiaan, yang membuat saya tergugah.

Dini hari itu juga, sekira 80-an anak-anak dari Poso sampai di Masjid Ulil Albaab Unismuh. Setelah mendapatkan sekadar perawatan, anak-anak dipindahkan ke tempat yang lebih memadai, dan Bibi Ija mendampingi pemulihan mentalnya.

Selepas itu, anak-anak untuk sementara ditampung dipanti yang dikelola Bibi Ija.

Lagi-lagi saya dipertemukan dengan Bibi Ija, dalam kerja kemanusiaan. Saat itu saya sebagai redaktur di Mercusuar, menugaskan seorang reporter untuk meliput suasana Ramadan di tempat hiburan malam.

Tak dinyana, reporter itu mewawancarai beberapa orang yang bekerja di tempat hiburan tadi. Ada diantara mereka, yang ingin pulang kampung. Mereka terjebak dalam trafficking. Mereka ingin keluar dari tempat hiburan itu.

Mendapatkan laporan itu, saya langsung ingat Bibi Ija dan komunikasi dengan beliau. Akhirnya korban trafficking itu berhasil dikeluarkan reporter tadi. Selanjutnya untuk kepulangan ke kampung, Bibi Ija yang urus.

Bibi Ija yang lahir pada13 Maret 1940, hanpir sepanjang usianya digunakan untuk mengurus orang lain, khususnya anak-anak yang kurang beruntung.

Di hari tuanya, Bibi Ija mengurus Panti Asuhan Aisyiah (1985-2008). Selepas mengurus  Panti Asuhan Aisyiah, Bibi Ija membangun Pondok pesantren Dhuafa di Bukit Shofa Talise.

Semangat juangnya tidak pernah surut. Ia terus mencurahkan kasih sayangnya pada anak-anak. Tak terhitung anak-anak yang pernah dirawat mulai dari Panti Asuhan Aisyiah hingga Pondok Pesantren Dhuafa.

Di tengah keterbatasan fisiknya yang menua, semangat organisasi dan kemanusiaannya tidak pernah luntur. Ia selalu mendorong anak cucu dan anak asuhnya terus berkreasi demi bangsa dan daerah tercinta.

Kini saksi perjuangan pembentukan provinsi Sulteng, yang telah menerima berbagai penghargaan sosial dari Presiden Soeharto, Presiden Habibie, Menteri Sosial, dan dinobatkan sebagai perempuan inspiratif oleh Metro TV tahun 2014, telah berpulang ke rahmatullah. Rabu, 21 Oktober 2020 menjadi hari akhir bagi Sitti Chadidjah Toana. Dia meninggalkan pelajaran berharga soal kemanusiaan dan kasih sayang pada anak-anak. Selamat jalan Bibi Ija, perjalananmu akan menjadi inspirasi untuk orang-orang yang enkau tinggalkan. ***

Pos terkait