Perempuan Berkontribusi Penting Wujudkan Pemilu Damai

KOLONODALE, MERCUSUAR – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi yang menjadi hajat besar bangsa Indonesia. Melalui pemilu, rakyat memiliki hak untuk memilih calon pemimpin serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan duduk di parlemen.

Hal itu disampaikan Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kabupaten Morowali, Nursabah, Minggu (16/7/2023).

“Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan Pemilu yang damai, tanpa ujaran kebencian dan bebas dari narasi hoaks,” tegas Nursabah.

Menurutnya, di ranah politik, seluruh pihak terkait memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Termasuk perempuan, yang menurutnya juga memiliki peran besar dalam mewujudkan Pemilu yang aman dan damai.

Edukasi yang dimaksud Nursabah, yakni terkait pentingnya Pemilu yang bersih dari isu politik identitas, politisasi SARA, hoaks dan ujaran kebencian, serta praktik politik uang.

“Saya juga mengajak seluruh elemen masyarakat, untuk bekerja sama demi mewujudkan gelaran Pemilu 2024 mendatang yang damai, tanpa adanya intoleransi, karena dapat bermuara pada radikalisme dan juga politik identitas yang sangat merusak iklim dan kondusifitas demokrasi di Sulteng secara khusus, dan umumnya di Indonesia,” ujarnya.

Nursabah juga mengaku menaruh harapan besar kepada seluruh stakeholder terkait, untuk bisa berkompetisi dengan gagasan dan pengetahuan.

“Jangan sampai para calon pemimpin yang mengikuti kontestasi Pemilu, justru sama sekali tidak berkompetisi menggunakan gagasan mereka, melainkan menunggangi keuntungan akan politik identitas tertentu yang dibawa dan dimainkan. Jika intoleransi serta praktik money politic masih terus ada, maka akan sangat mudah bermuara pada politik identitas, dan juga mampu menyeret pola berpikir masyarakat menjadi tidak sehat, karena tidak memilih secara kualitas,” tuturnya.

Dijelaskannya, partisipasi politik perempuan merupakan manifestasi daripada pemenuhan hak-hak kewarganegaraan. Dengan begitu, perempuan memiliki hak untuk melakukan perbaikan kehidupan pada ranah politiknya.

“Olehnya, sebagai perempuan dan juga kelompok minoritas, tidak perlu takut,” tegasnya lagi.

Masih adanya kecenderungan politik yang memandang maskulinitas, menurutnya, dapat menyebabkan lebih besarnya porsi laki-laki dalam ruang publik, sehingga perempuan tidak memiliki ruang yang cukup besar pada gagasan-gagasan politik dan kenegaraan.

“Berbicara tentang perempuan dan laki-laki sebagai masyarakat warga negara, di antara keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama,” katanya.*/IEA

Pos terkait