Soroti KUA-PPAS, Gubernur: Jangan Karena Pencitraan

gubernur

PALU, MERCUSUAR – Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola menegaskan, Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Sulawesi Tengah melalui Sekertaris Daerah Provinsi harus betul-betul dimaknai. Kalau memaknai kebijakan umum anggaran baru kebijakan umum.

“Artinya kebijakan sementara, yang digambarkan dalam narasi – narasi itu baru kebijakan umum. Apa – apa yang dikerja sesuai dengan RPJMD. Itu pertama, payungnya RPJMD,” jelas Longki di Palu, Selasa (1/9/2020).

Kemudian menurutnya, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dari situ dilanjut dengan ‘breakdown’ menyusun KUA-PPAS tersebut. KUA-PPAS tidak boleh menyimpang dari RPJMD.

“Jadi penyusunan itu sudah ada patron – patronnya yang harus dilakukan oleh pemda untuk sejumlah sektor. Seperti sektor pemberdayaan ekonomi, sektor pendidikan, dan sektor kesehatan. Bahkan penyusunan anggaran tersebut sudah ada porsinya,” tegas Longki.

Misalnya contoh, sektor pendidikan tidak boleh kurang dari 20 persen. Di situ gambarannya. Sektor kesehatan paling kurang 10 persen.

Ia menegaskan KUA – PPAS itu meliputi sektor apa saja yang ada persentasenya, dan itu dimuat dalam KUA-PPAS tapi belum dirinci. Salah satunya di sektor pendidikan apa saja yang menjadi kewenangan provinsi, seperti SMA sederajat yang akan dibiayai pemerintah provinsi.

“Misalnya SMA 1 berapa, SMA 3 berapa? Itu belum dirinci di situ, tetapi masih cerita makro. Saya 9 kali mengajukan KUA-PPAS, 7 kali dapat WTP,” ujar Gubernur Longki.

Dari BPK menurutnya, Pemprov Sulteng mendapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Artinya Pemprov Sulteng dinilai bagus dan baik dalam pengelolaan administrasi anggaran.

Jadi, kalau sekarang sudah dipersoalkan di Rencana Kerja dan Anggaran, maka ia menyayangkan dan mempertanyakan kepada mereka yang menyoroti itu menggunakan rumus dari mana dan rumus apa yang dipakai. Gubernur mengungkapkan bahwa ia telah sembilan kali mengajukan KUA-PPAS tidak pernah ditanggapi seperti saat ini yang terkesan seperti akademisi dan mengaku pro rakyat padahal tujuannya hanya pencitraan.

“Sok pencitraan, sok pro rakyat, sok akademislah. Jangan sok – sokanlah. Yang sayang lihat cuma lebih banyak pencitraan. Jangan memaksakan kegiatan yang bukan kita punya wewenang,” tandasnya.

Gubernur Longki tidak menginginkan terjadi kasus salah seorang oknum anggota dewan yang dulu soal peternakan. Olehnya, ia menekankan jangan melaksanakan program yang tujuannya hanya pencitraan semata padahal program itu bukan kewenangan daerah. Ini baru bicara KUA-PPAS, belum bicara mata anggaran. Belum bicara soal biaya untuk sejumlah sektor.

“Belum bicara soal sektor ini sektor itu, belum. Baru kita mau susun prioritas ini, sudah cukup belum, sudah kena tidak. Kalau memang ada yang kurang, ada yang lebih baru kita persoalkan,” tegas Longki.

Untuk program infrastruktur menurutnya, tidak mungkin di periode pemerintah seorang Longki Djanggola meninggalkan pekerjaan yang terbengkalai seperti periode sebelum masa pemerintahannya. Longki ingin meletakkan dan meninggalkan sebuah pemerintahan baik secara administrasi serta secara infrastruktur yang rampung.

Ia menegaskan, kalau betul – betul ingin fair (adil) dan pro rakyat, maka dana aspirasi atau pokok pikiran para anggota dewan itu yang jumlahnya Rp 100 miliar lebih bahkan mencapai Rp 200 miliar dipotong untuk kepentingan rakyat. Oleh sebab itu, jangan melihat sesuatu itu tujuannya hanya pencitraan bukan benar – benar untuk kepentingan rakyat dan daerah. BOB

Pos terkait