TERJADI lagi pergolakan di tengah masyarakat Poboya. Kelompok masyarakat, harus berhadap-hadapan dengan aparat kepolisian karena protes terhadap aktivitas tambang-yang dinilai menyisihkan masyarakat, untuk bersama-sama menikmati hasil tambang Poboya.
Keberadaan perusahaan tambang, sejatinya bukan semata-mata untuk mengeruk kekayaan perut bumi di daerah. Pengelolaan tambang harus memiliki nilai tambah bagi masyarakat sekitar, ada peningkatan kesejahteraan. Bukan sebaliknya, membuat masyarakat menjadi penonton.
Perlu dibangun komunikasi yang baik perusahaan dengan masyarakat. Perlu kesadaran bersama, untuk saling menguntungkan dan menyejahterakan dari aktivitas tambang tersebut. Kedua pihak, sama-sama menempatkan diri sesuai proporsinya. Perusahaan untung, masyarakat tidak buntung. Tambang dikeloa tanpa kekerasan, tanpa saling berebut ‘pembenaran’. Setop kekerasan, wujudkan kesejahteraan. Itulah semangat yang harus diusung dan dijalankan bersama, dalam pengeloaan sumber daya alam tambang Poboya.
Belajar dari sejarah Afrika yang kaya raya, pada akhirnya menjadi benua dengan tingkat kemiskinan tinggi, karena eksploitasi tanpa henti. Masyarakat ditepikan dalam praktik kolonialisme. Tambang hanya dinikmati para pemilik modal. Sumber daya alam Afrika merupakan komponen penting yang memotivasi kolonialisme Eropa. Pada awal 1800-an, perdagangan budak antara Afrika, Amerika, dan Eropa telah mengeksploitasi penduduk Afrika.
Para budak ini dipekerjakan di lahan-lahan milik Eropa, dijadikan tentara, atau mengurusi hal-hal domestik. Setelah perdagangan budak perlahan dihapus, eksploitasi sumber daya alam menjadi target berikutnya. Jutawan pertambangan Cecil Rhodes, misalnya, mengeksploitasi tambang emas dan berlian di Afrika Selatan, serta memainkan peran penting dalam mengamankan kekuasaan Inggris atas Zimbabwe.
Pada pertengahan hingga akhir tahun 1800-an, berlian ditemukan di Afrika. Tambang-tambang itu mulai menghasilkan lebih banyak berlian daripada yang dimiliki Anak Benua India, produsen terkemuka sebelumnya, dalam 2.000 tahun terakhir. Peningkatan produksi ini terjadi bersamaan dengan tambang berlian di Brazil yang mengalami penurunan produksi yang cukup tajam. Bahkan hingga kini, Afrika menyumbang sekira 60 persen dari produksi berlian dunia, dengan beberapa negara Afrika dibedakan oleh produksi berlian yang signifikan dalam hal volume. Negara-negara tersebut adalah Angola, Afrika Selatan, Botswana, Guinea, Lesotho, Namibia, Republik Demokratik Kongo, Sierra Leone, Tanzania dan Zimbabwe. Produksi berlian terperosok dalam kekerasan dan eksploitasi.
Tentu kita semua tidak ingin potensi tambang di Indonesia-termasuk di Poboya dan daerah lain di Sulawesi Tengah, meninggalkan luka. Tambang harus dikelola untuk kesejahteraan rakyat, tanpa mengurangi keuntungan perusahaan. Kedua pihak harus berdiri di atas peraturan perundang-undangan, utamanya konstitusi yang mewajibkan pengelolaan kekayaan dan sumber daya alam digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Tanpa itu, pengelolaan sumber daya alam akan berganti wajah, menjadi kolonialisme gaya baru. Wallahualam bishawab. ***