PALU, MERCUSUAR – General Manager External Affairs & Security PT CPM, Amran Amier mengatakan sejak uji coba pabrik pengolahan pada awal tahun 2020 hingga saat ini, pihaknya tidak pernah menggunakan merkuri dalam proses pengolahan material.
Hal itu dikemukakan Anwar, menanggapi pemberitaan Merucusuar pada edisi 10 November 2025 berjudul “Cemaran Merkuri Aktivitas CPM Ancam Hidup 400 Ribu Warga Poboya” yang dikemukakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah.
“Seluruh operasional CPM telah diverifikasi dan diawasi oleh instansi berwenang, dan secara ketat mengikuti standar teknis pertambangan yang berlaku,” kata Amran, Rabu (12/11/2025).
Ia menegaskan, PT CPM sebagai pemilik Kontrak Karya (KK) pertambangan emas di Blok 1 Poboya, Kota Palu, dalam proses pengolahan material tidak menggunakan merkuri. Menurut Amran Amier, terkait penggunan merkuri sudah diatur oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM).
Metallurgy Manager PT CPM, Ramces Hutasoit mengatakan dalam proses pengolahan CPM menggunakan Metode Carbon In Leaching (CIL). Yakni metode modern dan teruji yang dirancang untuk mengekstraksi emas dari bijih dengan cara melarutkan partikel emas ke dalam larutan sianida dan secara simultan menyerapnya ke dalam karbon aktif dalam satu rangkaian tangki. Metode ini tidak memerlukan penggunaan merkuri sama sekali.
Sebelumnya, Direktur Walhi Sulteng, Sunardi Katili dalam diskusi publik membeberkan aktifitas perusahaan itu menimbulkan dampak lingkungan. Ia mengingatkan, adanya ancaman serius terhadap kesehatan dan keselamatan warga di sekitar kawasan Poboya.
Ia menyebut sekitar 400 ribu warga dengan radius tujuh kilometer berpotensi terpapar mercury dan sianida yang digunakan dalam pengolahan emas. Tetapi ternyata perusahaan sejak awal tahun 2020 hingga saat ini tidak pernah menggunakan merkuri dalam proses pengolahan material. MAN







