- Sulawesi Selatan Rp 3.103.800
- Sulawesi Utara Rp 3.310.722
- Sulawesi Tenggara Rp 2.552.014
- Sulawesi Tengah Rp 2.303.710
- Sulawesi Barat Rp 2.571.328
- Gorontalo Rp 2.586.900
JAKARTA, MERCUSUAR – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah resmi memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021. Di Sulawesi Tengah Rp 2.303.710. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada masa Pandemi Covid-19.
Lewat surat edaran tersebut, Ida mengatakan keputusan ini mempertimbangkan kondisi perekonomian di masa pandemi dan perlunya pemulihan ekonomi nasional. Sehingga, Gubernur pun diminta melakukan tiga kebijakan di daerah mereka.
Kebijakan pertama yaitu melakukan penyesuaian penetapan upah minimum tahun 2021. “Sama dengan nilai upah minimum tahun 2020,” demikian tertulis dalam surat edaran tersebut, yang terbit Senin, 26 Oktober 2020.
Kebijakan kedua yaitu melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan perundang-undangan. Kebijakan ketiga yaitu mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021 pada 31 Oktober 2020.
Terakhir, kenaikan upah minimum dilakukan tahun ini yaitu sebesar 8,51 persen. Tahun 2021, para buruh pun sudah meminta kenaikan upah 8 persen juga, seperti pada tahun ini.
Pada buruh telah mengetahui surat edaran soal tidak adanya kenaikan upah minimum di 2021. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai keputusan Ida ini hanya akan membuat perlawanan buruh semakin mengeras.
Perlawanan yang dimaksud adalah untuk menolak tidak adanya kenaikan upah, Selain itu, buruh akan semakin keras menolak UU Cipta Kerja. “Menaker tidak memiliki sensitivitas nasib buruh, hanya memandang kepentingan pengusaha semata,” kata Iqbal dalam keterangan resmi pada Selasa, 27 Oktober 2020.
KSPI meminta pemerintah menaikkan upah minimum kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), upah minimum provinsi (UMP), serta upah minimum sektoral (UMSP), sebesar 8 persen.
“Berapa nilai yang diminta KSPI? Delapan persen,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam konferensi pers virtual, di Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2020. Menurut Said, permintaan kenaikan upah 8 persen masih wajar setelah melihat sejumlah perusahaan yang masih beroperasi.
“Anggota kami itu 90 persen beroperasi,” ujar dia. Dengan sebagian buruh yang masih bekerja, itu menunjukkan profit perusahaan di tengah Covid-19 masih terbilang sehat. “Buktinya masih operasi.”
Faktanya, kata Said, beberapa komponen otomotif memanggil kembali karyawan-karyawan baru untuk dikontrak. Karena itu, masih banyak perusahaan yang mampu menaikkan upah minimum. “Yang kami minta 8 persen,” ucap dia.
Presiden KSPI ini menjelaskan, jauh sebelum resesi ekonomi di masa Covid-19, pada 1998 pun tetjadi resesi. Saat itu pertumbuhan ekonomi pada 1998 ke 1999 minus 17,6 persen. Terjadi penuntutan dari keras dari kaum buruh. Sehingga B.J. Habibie, presiden saat itu mengeluarkan perintah menetapkan upah minimum 16 persen.
“Padahal pertumbuhan ekonominya minus 17,6 persen,” kata Said. Menurut penuturannya, dengan analogi yang sama, Indonesia di kuartal III ini belum sampai minus 8 persen. Baru setengah dari 1998-1999. “Maka kami meminta naiknya 8 persen adalah wajar.”
Tujuan permintaan kenaikan upah itu, bagi Said, agar daya beli tetap terjaga. Sementara investasi sedang lesu dan belanja pemerintah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN/APBD tak bisa terus-terusan besar, serta kinerja ekspor yang juga tidak lebih bagus. “Tinggal konsumsi,” kata Said.
Konsumsi yang dijaga ini, menurut dia, bisa diharapkan menjadi ujung tombak menjaga pertumbuhan ekonomi. Agar resesi tidak semakin dalam, pemerintah harus menjaga daya beli masyarakat itu. “Salah satu instrumen menjaga purchasing power adalah upah,” ucap Said.TMP
Sumber; antaranews.com