WALHI Sulteng Sesalkan Keputusan PTUN Jakarta

WALHI

BESUSU TIMUR, MERCUSUAR – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah (Sulteng), Abdul Haris, menyesalkan putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dalam sidang yang digelar pada Selasa (4/9/2018). Sidang  tersebut memutuskan perkara gugatan WALHI terhadap Menteri ESDM, atas penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT Citra Palu Mineral di Poboya, Kota Palu, dengan putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima.

Menurut majelis hakim, objek sengketa yang diajukan oleh WALHI sebagai penggugat, bukan menjadi kewenangan PTUN untuk mengadili, memeriksa dan memutus. Objek sengketa tersebut menurut majelis hakim, masih dalam rangkaian menjalankan Kontrak Karya.

Sebagai penggugat, WALHI kata Abdul Haris, menyesalkan putusan ini. Putusan ini kata dia, sangat bertentangan dengan proses persidangan selama hampir 6 bulan lamanya, dengan menghadirkan saksi, bukti dan ahli dalam proses sidang yang berjalan selama kurang lebih 16 kali.

“Harusnya dalam proses dismissal, sudah lebih dulu hakim menilai perkara ini, apakah layak disidangkan atau ditolak (NO). Kami menilai putusan ini sangat aneh, karena menggunakan pertimbangan Kompetensi Absolute dalam keputusannya, atau ini bisa menjadi putusan pada putusan sela,” jelas Abdul Haris, dalam siaran pers WALHI Sulteng di Palu, Rabu (5/9/2018).

Pihaknya juga menyesalkan majelis hakim yang mengabaikan fakta persidangan yang telah menyampaikan pokok perkara dan substansi gugatan, yang sesungguhnya jauh melampaui dari penerbitan izin semata. SK Menteri ESDM yang memberikan izin operasi produksi kepada PT Citra Palu Mineral, berdampak pada nasib lingkungan hidup dan keselamatan hidup rakyat di Kota Palu.

“Majelis hakim harusnya menggunakan dasar putusannya pada UU Minerba No. 4 Tahun 2009, di mana semua rezim Kontrak Karya telah berakhir. Menteri ESDM dan PT CPM harusnya tunduk pada UU Minerba, bukan justru melanggengkan rezim Kontrak Karya yang telah merugikan negara,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional WALHI, Khalisah Khalid menambahkan, dengan putusan ini, sesungguhnya telah terjadi pelegalan atas praktik perampasan ruang hidup rakyat, pencemaran lingkungan hidup dan bencana ekologis yang dilakukan oleh perusahaan. Atas pertimbangan hukum yang lebih tinggi untuk menilai putusan ini, WALHI akan mengajukan banding dengan harapan ada putusan yang berkeadilan berpihak pada lingkungan hidup dan rakyat. JEF/*

Pos terkait