MOROWALI, MERCUSUAR – Warga Desa Laroenai, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, dibuat khawatir dengan limbah yang dihasilkan oleh PT Transon Bumindo Resources. Limbah tersebut ditumpuk begitu saja hingga menggunung di pinggrir jalan, sementara warga sering melewati jalan itu.
“Limbah perusahaan itu dibuang sembarang di samping jalan umum. Limbahnya bentuknya kecil-kecil keras seperti batu dan tajam,”kata seorang warga yang menolak disebutkan namanya, Rabu (9/4/2025) kepada media ini.
Anehnya, limbah tersebut terus ditumpuk hingga menggunung dan dibiarkan selama sekitar dua tahun dan terkesan dibiarkan begitu saja oleh perusahaan.
“Limbah itu disebut slag. Karena bentuknya yang runcing, kalau mengenai kulit seseorang bisa luka. Kaki saya saja pernah sekali kena slag dan luka. Makannya perusahaan harus perhatikan limbah mereka ini,”tuturnya lagi.
Media ini berusaha menghubungi pihak PT Transon Bumindo Resources, namun belum diberi tanggapan.
Untuk diketahui, limbah slag atau terak yakni limbah padat berupa kumpulan oksida logam yang terbentuk di atas logam cair selama proses peleburan, khususnya dalam industri baja.
Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Morowali, Hasnia menjelaskan limbah slag yang dihasilkan perusahaan tersebut menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Tahun 2014 menyatakan, slag itu termasuk dalam limbah B3, tetapi setelah melalui pengkajian Kementerian dengan revisi PP Nomor 22, limbah tersebut tidak masuk dalam kategori limbah B3 tapi masuk limbah spesifik.
“Kemarin kami uji laboratorium, uji kemanfaatan slag dan hasilnya slag tersebut aman untuk digunakan sebagai bahan pengganti konstruksi. Perusahaan menginginkan agar slag itu digunakan untuk menimbun jalan, makannya harus diuji lab dulu,”jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar masyarakat berkomunikasi dengan perusahaan untuk memanfaatkan slag tersebut. Hal itu juga sudah dilakukan masyarakat lingkar tambang di PT Waxiang.
“Slag yang dihasilkan PT Waxiang tidak besar lebih halus dari slag PT Transon. Tapi masyarakat sudah mengambilnya. Slag ini memang sangat kuat, bahkan kualitasnya lebih baik dari semen,”tutur Hasni.
Saat media ini menanyakan soal dokumen lingkungan PT Transon sebagai rujukan untuk memastikan pengelolaan lingkungan perusahaan tersebut. DLH Morowali mengaku tidak memiliki dokumen yang lengkap, sebab izin perusahaan itu langsung dari Provinsi Sulteng.
“Inilah yang jadi kendala kami di daerah. Ketika ada masalah lingkungan, kami yang menanggungnya,”aku Hasni getir.
Walaupun begitu, di sisi pengawasan, pihaknya memastikan agar slag tidak dibuang ke laut melainkan di daratan. Terkait posisi limbah yang di buang di pinggir jalan, Hasnia mengungkapkan lokasi tersebut masih masuk dalam kawasan PT Transon.
Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah, Sunardi, Jumat (11/4/2025) menuturkan perusahaan harusnya tetap bertanggung jawab terhadap limbah yang dihasilkan. Apalagi sudah ada keluhan dari masyarakat.
“Apa pun alasannya perusahaan harus tetap bertanggungjawab. Perusahaan harusnya punya tempat tersendiri untuk limbah. Dan limbah slag itu walaupun bukan masuk dalam limbah B3, sifatnya tetap berbahaya karena dia berasal dari ekstraksi,”jelasnya.
Sunardi mengapresiasi adanya warga Desa Laroenai yang mau angkat bicara sebab seharusnya masyarakat lingkar tambanglah yang punya hak untuk bicara dan turut merasakan dampak dari pertambangan itu sendiri.
“Harus ada evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemda baik kabupaten dan provinsi. Masyarakat juga harus bergerak dan menyampaikan aspirasinya ke Pemda untuk minta perlindungan karena bagaimanapun masyarakat punya hak untuk hidup,”tandas Sunardi. INT