PALU, MERCUSUAR – Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulteng dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar pertemuan koordinasi dan kegiatan knowledge sharing pencegahan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme, di Kasiromu, BI Sulteng, Selasa (10/7/2018). Kegiatan ini melibatkan pihak perbankan yang tergabung dalam Badan Musyarawah Perbankan Daerah (BMPD) Sulteng.
Pertemuan dihadiri Wakil Kepala PPATK, Dian Ediana Rae dan Kepala BI Sulteng, Miyono.
Disebutkan, BI memainkan peran yang sangat vital dalam menciptakan dan memelihara kestabilan moneter, sistem keuangan, dan sistem pembayaran guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Sedangkan PPATK, merupakan financial intelligence unit yang berperan strategis dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dalam rangka menekan kejahatan serius serta terorganisir.
“Sebagaimana diketahui, tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang menggunakan mekanisme serta instrumen pembayaran merupakan ancaman nyata terwujudnya stabilitas serta integritas sistem keuangan, yang menjadi fokus BI,” ujar Dian Ediana Rae.
Lanjutnya, perbankan memiliki peran penting dalam mengidentifikasi transaksi keuangan yang mencurigakan dan mendukung terwujudnya pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum yang bersih, transparan dan berintegrasi.
Di sisi lain, jangan sampai fungsi strategis perbankan disalahgunakan dan menjadi pelaku aktif dari TPPU karena dampaknya akan sangat merugikan negara dan masyarakat.
Dian juga menjabarkan dampak merusak dari TPPU, antara lain merongrong sektor swasta yang sah karena biasanya TPPU dilakukan dengan menggunakan perusahaan untuk mencampur uang haram dengan uang sah sehingga bisnis yang sah kalah bersaing dengan perusahaan tersebut. Selain itu, merongrong integritas pasar keuangan karena lembaga keungan yang mengandalkan dana hasil kejahatan dapat menghadapi biaya likuiditas. Lalu, mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya karena para pencuci uang menanamkan kembali dananya bukan di negara yang memberikan rates of return yang lebih tinggi tetapi diinvestasikan ke negara dimana kegiatan mereka kecil kemungkinannya untuk dapat dideteksi.
“TPPU juga mengakibatkan distorsi dan ketidakstabilan ekonomi karena para pencuci uang tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan dari investasi mereka, tetapi lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatan yang mereka lakukan. Dana yang mereka tempatkan secara ekonomis tidak harus bermanfaat bagi negara yang menerima penempatan,” jelasnya.
Dian juga menekankan bahwa perbankan merupakan garda terdepan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU melalui peranan yang diberikan berupa pelaporan transaksi keuangan yang diwajibkan undang-undang. RES/NUR