MERCUSUAR – Ditengah aktivitas masyarakat yang kembali normal serta industri dan logistik yang mulai menggeliat pasca penurunan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hampir di seluruh wilayah di Indonesia menyebabkan pergerakan di sektor transportasi barang yang sangat tinggi seiring berangsur pulihnya aktivitas ekonomi. Hal ini perlu kita syukuri, namun peningkatan ini berdampak pada peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), khususnya Jenis BBM Tertentu (JBT) dalam hal ini produk Solar Subsidi.
PT Pertamina Patra Niaga* Regional Sulawesi mencatat kenaikan sebesar 15% pada kurun waktu September dan Oktober 2021 jika dibandingkan kondisi normal sebelum pandemi tahun 2020. Untuk itu pihaknya menyiapkan build up stock sebesar 20% dari hasil koordinasi dengan BPH Migas untuk dapat melakukan relaksasi kuota solar untuk kabupaten/kota dalam satu provinsi yang realisasinya rendah.
Pertamina sebagai BUMN yang menerima penugasan untuk menyalurkan BBM subsidi jenis Solar ini tentunya terus mendorong agar penyaluran BBM dapat tepat sasaran, sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berapapun kuota yang ditetapkan, Pertamina siap mendistribusikan dengan menjaga agar tidak melebihi kuota ataupun kekurangan sampai dengan akhir tahun.
Area Manager Communication, Relations, & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Laode Syarifuddin Mursali menjelaskan bahwa secara regulasi penyaluran BBM jenis Solar Subsidi ini telah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2021 sebagai perbaruan atas Perpres No. 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak,Kamis (28/10/2021).
“Telah jelas diatur melalui regulasi bahwa penerima manfaat solar subsidi ini dibagi ke beberapa sektor diantaranya Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi dan juga pelayanan umum,” terang Laode.
Lebih lanjut Laode menjelaskan untuk beberapa kebutuhan tertentu seperti yang diatur oleh regulasi yaitu kebutuhan mesin perkakas usaha mikro, kapal ikan dengan ukuran mesin maksimum 30 GT, pembudidaya ikan skala kecil (kincir), pertanian dengan luas maksimal dua hektar, perternakan yang menggunakan mesin pertanian, proses pembakaran dan/atau penerangan di krematorium dan tempat ibadah, penerangan di panti asuhan dan panti jompo serta penerangan untuk rumah sakit tipe C, D dan puskesmas membutuhkan verifikasi dan rekomendasi instansi terkait untuk dapat membeli Solar Subsidi.
Sementara itu, untuk sektor transportasi laut, Solar subsidi digunakan untuk transportasi air yang menggunakan motor tempel dengan verifikasi dan rekomendasi instansi terkait, sarana transportasi laut berupa angkutan umum atau penumpang, sungai, danau, penyeberangan dan kapal pelayaran rakyat/perintis berdasarkan kuota yang ditetapkan pemerintah.
“Di sisi transportasi darat, Solar subsidi dikhususkan untuk masyarakat dalam kaitannya dengan transportasi orang atau barang plat hitam dan kuning (kecuali mobil pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam), mobil ambulance, mobil pengangkut jenazah, mobil pemadam kebakaran, mobil pengangkut sampah dan kereta api umum penumpang dan barang,” ujar Laode.
Pengaturan Pembelian BBM Solar Subsidi untuk Transportasi Darat
Pembelian Solar subsidi untuk konsumen kendaraan di sektor transportasi darat pun telah diatur dalam Surat Keputusan Kepala BPH Migas No. 04/P3JBT/BPH Migas/KOM/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan Pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang. ABS/*