Makanan Dongkrak Inflasi Kota Palu dan Luwuk

MERCUSUAR – Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng merilis inflasi gabungan dua kota di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 0,58 persen, sedangkan inflasi tahun kalender dari Desember 2022 hingga Maret 2023 sebesar 1,01 persen serta inflasi tahun ke tahun dari Maret 2022 hingga Maret 2023 sebesar 5,28 persen. 

Kepala BPS Sulteng, Simon Sapary dalam paparan rilis perkembangan ekonomi bulanan di kantor BPS, Senin (3/4/2023) menjelaskan dari dua kota IHK di Provinsi Sulawesi Tengah, Kota Palu tercatat mengalami inflasi sebesar 0,51 persen dengan inflasi tahun kalender sebesar 0,86 persen dan inflasi tahun ke tahun sebesar 4,94 persen. Sementara Kota Luwuk pada bulan ini mengalami inflasi sebesar 0,88 persen dengan inflasi tahun kalender sebesar 1,57 persen dan inflasi tahun ke tahun sebesar 6,69 persen.
Inflasi dipengaruhi oleh naiknya indeks harga pada kelompok
makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,83 persen, diikuti oleh kelompok transportasi (0,51 persen), kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga (0,42 persen), kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,41 persen), dan kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya (0,16 persen).
Dari 90 kota pantauan IHK nasional, tercatat 65 kota mengalami inflasi dan 25 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Kupang sebesar 1,30 persen dan terendah di Kota Denpasar sebesar 0,03 persen. Kota Palu menempati urutan ke-24 inflasi di tingkat nasional dan urutan ke-12 di kawasan Sulampua, sementara Kota Luwuk menempati urutan ke-7 inflasi di tingkat nasional dan urutan ke-3 di kawasan Sulampua.

Sementara itu,  Bank Indonesia Kantor Perwakilan Sulawesi Tengah merekomendasikan sedikitnya empat hal untuk mengendalikan inflasi di daerah ini. Keempat rekomendasi pengendalian inflasi itu disampaikan Kepala Perwakilan BI Sulteng, Dwiyanto saat menghadiri Jurnalis Update yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Sulteng di Palu, Rabu (29/3/2023).

Yang pertama papar Dwiyanto adalah optimalisasi dan penguatan data komoditas pangan Sulteng. Ini penting menurutnya karena untuk menjaga ketahanan pangan maka penting menyediakan data yang berkualitas dan mencakup data atas produksi, konsumsi dan arus pergerakan komoditas baik ekspor, impor, maupun antardaerah.

Data itu lanjutnya perlu disinergikan dalam satu platform yang dapat dipantau bersama sehingga mendukung strategi pengendalian inflasi atau harga.

Kedua, perlu orkestrasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sulteng untuk mendorong KAD intra daera di Sulteng. Menurutnya, ini dapat berdampak pada penurunan peningkatan inflasi atau harga komoditas yang bersumber dari terjadinya disparitas harga, baik antarwaktu maupun antardaerah. HAI

Pos terkait