Supari menambahkan bahwa terlepas dari tingginya kontribusi, ruang UMKM untuk terus tumbuh masih terbuka lebar. Jika dirinci, postur UMKM sebesar 98,7 persen ada di segmen mikro, lalu 1,2 persen berada di segmen kecil, dan sisanya tercerminpada segmen menengah. Seandainya, postur tersebut dapatdigeser atau bergeser melalui upaya-upaya pemberdayaan di tiapsegmen, setidaknya akan ada pergerakan naik kelas pada rantaisegmen UMKM tersebut. Pelaku usaha mikro “mentas”, naik kelas ke segmen kecil dan seterusnya, diikuti ekosistem ultra mikro yang masuk mengisi ke segmen mikro. Maka dengangambaran itu, nilai kontribusi UMKM dapat menjadi lebih besarlagi.
Bagaimana skenario dan langkah ini bisa tercapai, lanjut Supari. Pertama, Pemerintah melalui Program Strategis memajukanUMKM dengan berbagai program diantaranya bantuan insentifmelalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), KreditUsaha Rakyat, digitalisasi pemasaran serta mendorong shiftingpola konsumsi dan transaksi dari offline ke online. Kedua, membuka akses keuangan formal kepada pelaku usaha denganmeningkatkan kepemilikan produk dan layanan keuangan yang masih belum efisien, termasuk pada kalangan masyarakat pra-sejahtera. Dukungan ini menggambarkan semangatmempercepat pencapaian indeks inklusi keuangan sebesar 90 persen di tahun 2024. Pihaknya lantas menjelaskan lebih lanjut, bagaimana membangun ketangguhan pelaku usaha, upayanyadalam memerdekakan UMKM, hingga peran BRI dalamMempercepat Inklusi.
Gambar 1. Sebaran kebutuhan tambahan pembiayaan bisnis ultra mikro berdasarkan sumber pendanaan
(Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, data diolah, 2018)
Membangun Ketangguhan Pelaku Usaha
BRI berkomitmen untuk terus memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya UMKM di tengah kesulitan yang dihadapi, terutama pada segmen usaha Ultra Mikro (UMi) dan Mikro. Sebagaimana ditunjukan pada gambar 1 diatas, bahwa dari 30 juta pelaku usaha UMi yang belum mendapatkan layanankeuangan formal, terdapat lebih dari 12 juta pelaku usaha yang masih bergantung dari pinjaman para kerabat dekat dan rentenir(loan-shark) serta 18 juta lainnya bahkan belum terlayani.
Ekosistem UMi direpresentasikan kepada kelompok yang tidakmemiliki waktu yang cukup untuk mengakses bank, lebihmengutamakan kedekatan sosial dan lingkungan sekitarnya(non–formal), sehingga diperlukan inisiatif layanan keuanganformal yang dapat menjangkau mereka. Kondisi ini dapatmengindikasikan bahwa mereka masih rentan, memilikiketerbatasan akses pembiayaan dan mismatch antara imbal jasapinjaman dengan kemampuan bayar. Sehingga, ruang gerakusaha menjadi tidak maksimal untuk memperbaiki kapasitasproduksi usahanya.
“Terima kasih BRI. Melalui Program Ultra Mikro, sayalebih merasa nyaman dapat layanan tabungan di AgenBRILink terdekat. Saya harap program ini juga dapat memberikan pinjaman yang lebih besar dengan waktuyang agak panjang, sehingga angsurannya terjangkau,” UjarSriatun, Nasabah Program UMi di Bekasi.
Memahami permasalahan tersebut, BRI mengambil upaya untukmengentaskan kelompok usaha segmen ultra mikro daripermasalahan tersebut. Langkah membebaskan saja sudahmenjadi nilai penting dalam proses membangun ketangguhanUMKM. Terbukanya akses pembiayaan bagi usaha UMi akanmemberikan fleksibilitas dan daya adaptasi yang baik bagipengembangan usaha. Disamping itu, mendekatkan jangkauaninklusi keuangan pada kelompok ini dapat membuka ruangtumbuh usaha menjadi lebih luas sehingga saving capacity pun ikut meningkat.
“Saya bangga dan bertekad untuk membantumengentaskan kemiskinan di Kampung Pondok Dua. Para Nelayan dan keluarganya yang terjerat lintahdarat dan bank demprok,” tutur Hendra SukmaWijaya – Mitra Umi Unit Babelan Bekasi.
Berdasarkan hasil riset LPEM UI tahun 2021, dijelaskan bahwamasa sebelum pandemi, pelaku usaha dapat menyisihkan rata-rata 16 persen dari pendapatannya untuk menabung. Namunmemasuki masa pandemi di tahun 2020, terjadi penurunan polamenabung menjadi sekitar 5-6 persen, level yang cukup dalam. Salah satu penyebab utamanya adalah penurunan omset dan realokasi pendapatan untuk pengeluaran lain di masa pandemi. Kini, kondisi mulai menunjukan sinyalmen yang membaik, dengan adanya kenaikan pada kemampuan menabung menjadi6-7 persen pada Q2-2021. Strategi adaptif yang diterapkanpelaku usaha menjadi langkah mumpuni untuk mampu bertahan. Temuan pada riset yang sama juga menunjukan bahwa pelakuusaha cenderung mempertahankan strategi adaptif sepertimengubah standar, memodifikasi produk, dan mencari jalurpemasaran baru ketimbang strategi yang sifatnya responsifseperti menutup usaha dan mengurangi volume produksi. Hal inisemakin menegaskan UMKM Indonesia memiliki resilienceunggul dalam melewati berbagai perubahan dan ketidakpastianyang terjadi selama pandemi.