PALU, MERCUSUAR – Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia (KPwBI) Sulteng menyatakan bahwa masyarakat yang menolak untuk menggunakan uang koin rupiah sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli bisa dikenakan sanksi.
Kepala BI Sulteng, Miyono menjelaskan bahwa hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Miyono juga menegaskan tidak ada alasan masyarakat menolak uang koin sebagai alat transaksi pembayaran selama uang koin tersebut belum secara resmi dinyatakan ditarik oleh Bank Indonesia.
“Kami juga paham dibandingkan dengan uang kertas kayaknya agak-agak malas membawa-bawa uang logam, tapi masyarakat harusnya tidak menolak karena itu ada sanksinya,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa (21/1/2018).
Saat ini, pecahan uang koin yang masih berlaku mulai dari koin pecahan Rp50 dan Rp200 sering kali ditolak untuk digunakan sebagai alat transaksi pembayaran. Penolakan terutama dilakukan oleh pedagang eceran, meski uang rupiah yang diberikan dalam jumlah besar.
Menurut Miyono, UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang telah mengatur dengan jelas bahwa siapapun yang bertransaksi keuangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) wajib menggunakan rupiah, baik dalam bentuk pecahan uang kertas maupun koin.
“Dengan demikian, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk menolak uang koin rupiah sebagai alat transaksi jual beli,” jelasnya
Terkait fenomena masyarakat yang menolak uang koin rupiah bernominal kecil sebagai alat transaksi keuangan, kata Miyono, pihaknya masih akan terus melakukan imbauan melalui sosialisasi dan edukasi yang akan dilakukan lebih intens dari sebelumnya.
“Terkait hal ini sebenarnya kita sudah lakukan sejak lama tapi yang pasti akan kami lakukan secara lebih intens lagi dengan melakukan pendekataan edukasi dan sosialisasi,” jelasnya.RES