Rekanan Mengaku Anggaran Hanya Cair 20 Persen

FOTO FU NORMALISASI SUNGAI MALENI

DONGGALA, MERCUSUAR – PT Karya Bintang Internasional selaku kontraktor proyek normalisasi dan pengaman tebing Sunagi Maleni, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, mengaku bahwa dari sekira Rp2,5 anggaran proyek tersebut, hanya 20 persen yang dicairkan lalu diputus kontrak. Anggaran yang dicairkan itu diklaim sesuai bobot pekerjaan.

Rekanan beri keterangan pers usai gencar diberitakan dua proyek yang diduga bermasalah, Bak air di Kelurahan Boneoge dan Normalisasi dan Pengamanan Tebing Sungai Maleni, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala.

“Normalisasi Sungai Maleni, dana proyek hanya cair 20 persen sesuai bobot pekerjaan (lewat bulan). langsung putus kontrak,” kata kontraktor, Acal saat memberikan keterangan pers dihadapan sejumlah wartawan di Palu, Rabu (3/4/2019).

Artinya, sambung Acal, dari sekira RP2,5 miliar anggaran dalam RAB yang sicairkan hanya sekira Rp500 juta.

BAK AIR TELAH DIPERBAIKI

Pada kesempatan itu, Acal juga menjelaskan soal pembangunan dua unit bak air di Boneoge, Kecamatan Banawa, yang diduga bermasalah.

Proyek yang juga melekat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Donggala dengan alokasi anggaran sekira Rp380 juta itu, dikerjakan oleh CV Retro Perkasa. 

Dia mengaku bahwa dua bak air yang diduga ada sejumlah kesalahan telah diperbaiki bersama dinas (PUPR Donggala). Demikian dengan dugaan pencurian aliran listrik, juga sudah diperbaiki. “Untuk bak air kita sudah perbaiki. Kemarin kan pegawai dinas dipanggil PLN (soal sambungan listrik ilegal),” kata Acal.

GARDA TIPIKOR: HARUS DIPERIKSA

Divisi Investigasi LSM Garda Tipikor Sulteng Anwar Hakim mendesak penegak hukum dalam hal ini Kejari Donggala untuk tetap mengusut kedua proyek yang diduga bermasalah itu, dengan memanggil kontraktor dan Dinas PUPR untuk klarifikasi.

Enggak ada alasan Kejaksaan Donggala untuk tidak memangil rekanan dan Dinas  PUPR Donggala membuktikan bahwa pekerjaan itu tidak menyalahi aturan. Kejaksaan jangan diam,” tegasnya.

Dia juga menyayangkan dalam rangka penanganan pengaduan masyarakat terkait indikasi korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) kinerjanya tidak maksimal, khususnya Inspektorat.

Inspektorat, kata Anwar, menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi di kabupaten. Apalagi kewenangan APIP akan ‘dilebihkan’ khususnya soal proyek. “Kalau kinerja APIP bagus tak akan ada kepala daerah atau kepala dinas yang tersandung korupsi akibat ulah rekanan dan dinas dan lain sebagainya yang bersentuhan dengan uang negara, karena terlebih dahulu diawasai oleh APIP dalam hal ini Inspektorat,” ujarnya.

Menurut Anwar, pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi, sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium atau upaya akhir dalam penanganan suatu permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Latar belakang kerja APIP, yakni Pasal 385 UU Nomor: 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Instruksi Presiden Nomor: 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional Negara. “Juga agar tidak terjadi kegamangan penyelenggara pemerintahan daerah dalam bertindak,” katanya.

“Penanganan hukum oleh Kejari dan Polisi harus ada rekomendasi APIP, baru bisa masuk (tangani). Sebenarnya aturannya kan seperti itu. Seperti kasus proyek di Donggala harusnya APIP dulu masuk baru penegak hukum, Tapi apa yang terjadi sekarang kan tidak demikian,” tutupnya menyambung. TUR

Pos terkait