JENEWA, MERCUSUAR – Kelaparan di Sudan makin memprihatinkan. Kelaparan menyasar sekira 25 juta orang, termasuk 770.000 anak-anak yang diperkirakan akan mengalami kekurangan gizi akut parah pada tahun ini, kata Direktur Regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Mediterania Timur, Hanan Balkhy.
Dilansir dari Antara, kondisi diperparah penyebaran wabah kolera, polio, campak, demam berdarah, dan malaria. Yang terjadi secara bersamaan memengaruhi sistem kesehatan yang sudah hancur akibat konflik, ucap Balkhy dalam konferensi pers untuk Asosiasi Koresponden Terakreditasi di PBB (ACANU) di Jenewa, Senin (27/5/2025).
Menurut WHO, lebih dari 1.120 orang tewas dalam 167 serangan yang dikonfirmasi terhadap fasilitas kesehatan, ambulans, pasien, dan tenaga kesehatan di Sudan.
Tentara reguler Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) paramiliter telah berperang memperebutkan kendali negara sejak April 2023. K
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menyatakan bahwa pertempuran yang terus berlangsung di negara tersebut dapat memicu wabah penyakit dan menyebabkan runtuhnya sistem kesehatan yang fatal.
“Ada bukti kuat mengenai kondisi bencana kelaparan di sedikitnya lima wilayah di Sudan, yakni kamp Zamzam, kamp Abu Shouk, dan kamp Al Salam di Darfur Utara, serta dua lokasi di Pegunungan Nuba Barat,” kata Stephane Dujarric, Jubir Utama Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Dujarric mengatakan penetapan bencana kelaparan itu dilakukan oleh Komite Peninjau Bencana Kelaparan dari inisiatif Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (Integrated Food Security Phase Classification/IPC). Sementara itu, badan-badan PBB menjadi mitranya.
“Ada laporan tentang orang-orang yang sekarat karena kelaparan di beberapa wilayah, seperti Darfur, Kordofan, dan Khartoum. Saat ini, sekitar 638.000 orang dipastikan mengalami kelaparan parah (IPC5),” ujar Dujarric.
Untuk diketahui, IPC level lima menandakan bencana kelaparan.
Dujarric mengatakan bahwa tercatat rekor 4,7 juta anak balita serta perempuan dan wanita hamil dan menyusui saat ini menderita kekurangan gizi akut. Kondisi tersebut memengaruhi warga setempat dan pengungsi internal.
“Orang-orang di kamp Zamzam, misalnya, terpaksa menggunakan cara-cara ekstrem demi bertahan hidup karena makanan sangat langka. Banyak keluarga memakan kulit kacang yang dicampur dengan minyak, yang biasanya digunakan sebagai pakan hewan. PBB menyerukan kepada semua pihak untuk menyarungkan senjata dan mengutamakan kepentingan rakyat,” kata Dujarric.
Dujarric mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk memperluas akses dan membuka koridor baru, baik di seluruh perbatasan maupun di seluruh garis depan konflik guna menyalurkan bantuan dan menyelamatkan orang dari kematian akibat kelaparan. ANT/TMU