Badai Digital Ancam Brain Rot Anak Usia Dini

Ilustrasi AI

MERCUSUAR – Brain Rot atau kerusakan otak adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kemerosotan kognitif dan emosional yang terkait dengan penggunaan internet dan media sosial yang berlebihan.

Tidak dipungkiri, anak-anak saat ini banyak yang menghabiskan waktunya untuk melihat media sosial, dari TikTok hingga YouTube short.

Menonton konten receh memang salah satu cara menghibur diri atau menenangkan pikiran di tengah padatnya aktivitas. Namun, mengonsumsinya secara berlebihan bisa menurunkan kemampuan kognitif serta kondisi psikologis.

Terlalu banyak menonton konten receh juga cenderung membuat Anda tidak bersemangat tiap kali selesai browsing di internet dan harus melanjutkan pekerjaan sebagaimana mestinya.

Alhasil, Anda mungkin semakin kesulitan saat harus membaca materi yang panjang, melakukan pekerjaan, atau memecahkan masalah rumit yang membutuhkan kemampuan berpikir.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Oxford English Dictionary pada tahun 2024 lalu dan menjadi Oxford Word of the Year.

Meski tidak termasuk dalam kondisi medis, brain rot tetap tidak bisa dibiarkan karena bisa menimbulkan kecemasan, bahkan depresi.

Seperti diberitakan lifestyle.okezone, penggunaan HP pada anak di usia dini di Indonesia, 0-6 tahun, dalam kategori berlebihan. Dikutip dari data Kemendakdisemen, Minggu (8/6/2025), terungkap bahwa 25% di antaranya berada di rentang usia 0–4 tahun. Sementara itu, pada kelompok usia 5–6 tahun, angkanya meningkat hingga 52%.

Menurut Psikolog Artika Mulyaning Tyas, S.Psi, M.Psi, istilah brain rot menggambarkan penurunan fungsi kognitif akibat konsumsi konten digital yang tidak berkualitas dan berulang-ulang.

Meskipun tidak ditemukan dalam terminologi psikologi resmi, brain rot merujuk pada penurunan kemampuan berpikir kritis, daya ingat, dan fungsi eksekutif akibat paparan konten media sosial yang dangkal. Konten seperti prank, tantangan ekstrem, dan video pendek yang hanya berfokus pada sensasi bukan substansi, disebut sebagai pemicu utama fenomena ini.

Menurut Artika, paparan konten semacam ini dapat menyebabkan sejumlah dampak. Setidaknya terdapat lima dampak, yakni: 

1. Menurunnya daya ingat

2. Kehilangan fokus dan konsentrasi

3. Penurunan kemampuan analisis

4. Tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis dan kompleks

5. Ketergantungan pada validasi sosial

Mengapa Media Sosial Bisa Menyebabkan Brain Rot?

Menurut Artika, kehadiran media sosial adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial memberikan akses ke informasi dan edukasi, tetapi di sisi lain, penggunaan yang tidak terkontrol dapat berdampak negatif. Konten yang hanya berorientasi pada hiburan instan membuat otak terbiasa dengan stimulus cepat dan tanpa tantangan berpikir yang mendalam.

Dari paparan penggunaan HP kemudian berdampak pada brain rot yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Menurutnya, di antara nya gangguan kognitif, menurunnya daya ingat dan kesulitan dalam pengambilan keputusan, tidak terbiasa menganalisis informasi secara mendalam, gangguan emosi, mudah stres dan cemas akibat paparan informasi yang tidak sehat.

“Mengalami ketergantungan pada media sosial sebagai bentuk eskapisme, dampaknya mudah frustrasi ketika keinginannya tidak terpenuhi,” ujarnya.

Dampak Sosial

Brain rot, lanjutnya juga memilik dampak sosial bagi anak pengguna HP dalam waktu yang berlebihan. Setidaknya, terdapat dua dampak, yakni:

1. Berkurangnya interaksi sosial yang bermakna.

2. Kurang mampu menyelesaikan konflik dengan komunikasi yang efektif.

Bagaimana mencegah Brain Rot pada anak?

1. Buat Batasan Waktu

Moms dapat membantu mencegah kerusakan otak pada anak-anaknya dengan menetapkan batasan waktu menonton layar, mendorong mereka bermain di luar ruangan, dan melibatkan mereka dalam aktivitas yang merangsang mental.

2. Buat Aturan

Buatlan aturan bersama. Tetapkan aturan yang jelas tentang waktu bermain HP dan patuhi aturan tersebut. Moms juga perlu menyiapkan permainan yang menarik misalkan ular tangga, ludo, membaca buku atau siapkan permainan rungan di pekarangan rumah seperti petak umpet. Permainan ini dapat menjadi alternatif yang menarik karena mendorong pemecahan masalah dan kreativitas. Tambahkan istirahat dan rutinitas terstruktur untuk lebih memperkuat kinerja kognitif.

3. Berikan Contoh yang Baik

Moms, berilah contoh perilaku yang baik, dengan membatasi waktu Anda di depan layar dan menjalani gaya hidup yang aktif dan bervariasi. Hal ini dapat menunjukkan kepada anak-anak pentingnya pendekatan yang seimbang terhadap HP dan dunia yang sesungguhnya. OKZ/TMU

Pos terkait