Akademisi Dorong Sinergi Lintas Disiplin Ilmu

AKADEMISI - Copy

TONDO, MERCUSUAR – Sejumlah akademisi Universitas Tadulako (Untad), memberikan pandangannya, terkait penataan kawasan pesisir Teluk Palu, pasca bencana 28 September 2019 lalu. Pandangan tersebut mereka sampaikan dalam Seminar dengan tema Tanggap Isu: Mitigasi Bencana di Teluk Palu, yang dilaksanakan oleh Koordinator Wilayah Indonesia Timur pada Ikatan Mahasiswa Perencanaan Indonesia, Rabu (2/5/2019), bertempat di Auditorium Fakultas Teknik Untad.

Terkait penataan kawasan pesisir Teluk Palu pasca bencana, para akademisi yang hadir sebagai narasumber dalam seminar tersebut, masing-masing Drs Abdullah, MT, Alamsyah Palenga, ST, M.Eng, serta Dr Bau Toknok, SP, MP, mendorong sinergi lintas disiplin ilmu, untuk menemukan solusi yang tepat, bagi penataan kawasan Teluk Palu.

“Perlu sinergi lintas disiplin ilmu, untuk bersama membahas masalah ini. Pihak akademisi harusnya duduk bersama merumuskan pendekatan yang tepat, tentunya dengan meilhat aspek lingkungan dan sosial budaya masyarakat di pesisir Teluk Palu,” jelas Drs Abdullah, MT yang juga pengamat kebencanan di Sulteng.

Terkait rencana pembangunan tanggul penahan tsunami yang diwacanakan oleh pemerintah pusat, di sepanjang pesisir Teluk Palu, sepanjang kurang lebih 7 km, ketiga akademisi tersebut mengatakan, rencana pembangunan tanggul ini harus dikaji secara menyeluruh dan masih terbuka peluang untuk mendiskusikan, terkait bagaimana sebaiknya pendekatan pembangunan yang dilakukan.

“Untuk menjaga garis pantai di pesisir Teluk Palu, agar tidak semakin tergerus, pembangunan tanggul ini dirasa perlu, tetapi juga harus melihat bagaimana konsep yang ditawarkan oleh pemerintah dan pihak JICA sebagai inisiator. Baiknya, konsep pembangunan tanggul ini diintegrasikan dengan konsep restorasi kawasan Teluk Palu, lewat penanaman mangrove dan hutanisasi kawasan pantai,” tambah Alamsyah Palenga.

Sementara, Dr Bau Toknok, SP, MP, yang juga dosen konservasi SDH di Fakultas Kehutanan Untad ini, menjelaskan, konsep restorasi kawaan Teluk Palu sendiri, juga harus memperhatikan karakteristik pesisir Teluk Palu. Dirinya mengidentifikasi enam karakteristik kawasan pesisir Teluk Palu, meliputi karakteristik garis pantai, tipe pasang surut gelombang, peluang suplai air tawar, sedimentasi, ragam penggunaan lahan, serta palung laut.

Khusus untuk restorasi mangrove, Dr Bau Toknok menyebut, ada tiga karakteristik yang harus dilihat, yakni kawasan tersebut sebelumnya pernah ditumbuhi mangrove, memiliki sirkulasi air yang baik, serta pantai yang landai. Untuk mangrove sendiri kata dia, jenis, kerapatan, serta ketebalan, berpengaruh terhadap aspek mitigasinya.

“Untuk jenis ada 3 yakni Sonneratia, Avicennia, serta Rhizopora. Untuk ketebalan, baiknya antara 100-200 meter dengan persentase 35 sampai 60 persen. Kemudian untuk kerapatan, baiknya lebih dari 10 ribu batang per hektar,” jelasnya. JEF    

   

Pos terkait