CITIZEN JOURNALISM
Oleh : Gita (Jurnalis Warga Silae)
PALU – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resmi meluncurkan program ‘Belajar dari Rumah’ sebagai alternatif belajar di tengah pandemi virus corona atau covid-19.
Kemendikbud menggandeng TVRI untuk menyiarkan program ‘Belajar dari Rumah’, sehingga pemerintah bisa memastikan anak dalan kondisi darurat saa ini masih bisa mendapatkan pembelajaran dari rumah.
Sayangnya program ‘Belajar dari Rumah’ ini tak bisa di akses oleh sebagian besar anak-anak korba bencana gempa, tsumani dan liquifaksi yang tinggal di Hunian sementara (Huntara) di kota Palu.
Sebagian masyarakat yang tinggal di huntara di kota Palu tidak memiliki televisi, sehingga hal ini yang menghalangi akses anak-anak di huntara untuk bisa menikmati program ‘Belajar dari Rumah’ yang di luncurkan pemerintah sejak hari ini, Senin (13/4/2020).
Cahaya (9) pelajar di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Silae, kecamatan Palu Barat, yang saat ini masih tinggal di Huntara Silae mengatakan bahwa sejak tinggal di huntara tidak bisa menonton siaran televisi.
Menurut Cahaya, keluarganya tidak memiliki televisi karena semua barang-barang mereka lenyap disapu tsunami pada 28 September 2018 lalu.
Selama ini Cahaya hanya bisa belajar melalui buku-buku yang diberikan oleh gurunya di sekolah, sementara untuk belajar melalui internet atau televisi tidak bisa ia lakukan karena tidak memiliki data internet dan juga tidak memiliki televisi.
“Kalau menonton televisi, saya biasa pigi menonton di rumahnya temanku,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan, Rahmat (10) salah satu anak korban tsunami Palu yang tinggal di huntara Silae. Ia mengatakan bahwa teman-temannya yang tinggal di huntara banyak yang tidak memiliki televisi.
Mereka lebih sering bermain bersama, menggambar dan menempelkan hasil karya mereka pada majalah dinding (mading) yang sediakan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Citradaya Nita di huntara.
Sementara itu, Rahma, salah satu korban bencana Palu yang tinggal di huntara Silae mengatakan, tidak semua pengungsi yang tinggal di Huntara memiliki televisi. Apalagi Sebagian besar adalah korban tsunami yang rumahnya tidak ada lagi.
“Sudah syukur kami masih bisa tinggal di huntara. Untuk memenuhi kebutuhan makan saja kami masih kesulitan karena sebagain besar yang tinggal di huntara sudah tidak punya pekerjaan. Untuk makan saja kami banyak tetolong dari bantuan dermawan,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjenbud) Kemendibud RI, Hilmar Farid menjelaskan, lebih detail terkait program belajar dari rumah di TVRI. Jadwal di hari Senin hingga Jumat digunakan untuk pembelajaran dengan total durasi tiga jam per hari untuk semua tayangan.
“Jadi masing-masing ada setengah jam. Setengah jam untuk PAUD, setengah jam untuk kelas 1 sampai kelas 3 SD, setengah jam untuk kelas 4 sampai kelas 6 SD, dan setengah jam masing-masing untuk SMP, SMA, dan parenting,” tutur Hilmar.
Kemendikbud kata dia, akan menyiapkan sekitar 720 episode untuk penayangan program belajar dari rumah selama 90 hari ke depan di TVRI.*