Ansar Penjahit Sepatu Pasar Tua

PEN JAHIT SEPATU

PALU-MERCUSUAR Jangan remehkan profesi penjahit sepatu, hanya bermodalkan jarum dan benang tebal, Ansar, mampu memiliki dua unit rumah, dan menyekolahkan empat orang anaknya.

Hanya mengenakan celana, tangannya meliuk-liuk memainkan jarum dan benang, diantara tumpukan sepatu dan sendal, para langganannya, tak memakan waktu lama, sepasang sepatu milik langganannya, selesai dijahit, dan langanannya pun tersenyum puas, melihat hasil, dan ditutup dengan pembayaran, nilainya cukup terjangkau.

“Saya sudah 18 tahun, duduk di tempat kerja ini, mulai dari pukul 07.00 sampaijam 18.00, setiap hari seperti ini. Dan Alhamdulillah, sudah bisa membangun dua unit rumah, dan membiayai sekolah anak-anak saya,” urainya.

Banyak yang kemudian melecehkan profesinya, kata Anca, sapaan akrabnya, namun banyak juga yang akhirnya kaget, dengan hasil yang didapat dari profesinya itu.

Dia sedikit bernostalgia, setelah berhasil meraih gelar sarjana sastra, jebolan Untad tahun 1992, Ansar muda, kemudian merantau, mencari kerja, sampai ke pulau Sumatera, hampir 10 tahun menjadi guru honorer, kemudian pindah kerja menjadi kuli bangunan, jalan kaki dari rumahnya di bilangan Pasar Tua, Kelurahan Baru, Kecamatan Palu Barat, ke beberapa kelurahan di Kota Palu, tempat dimana dia bersama rekan-rekannya, mendapat borongan pekerjaan.

“Pagi-pagi, sudah keluar rumah, jalan kaki, sampai ke tempat kerja, sorenya masih dalam kondisi letih, habis kerja bangunan, langsung pulang jalan kaki,” kenangnya.

Anca tidak mau melanjutkan profesi tersebut, karena mempertimbangkan banyak hal, hingga kemudian membantu saudaranya berdagang pakaian, selama kurang lebih tujuh tahun, namun lagi-lagi pekerjaan tersebut, tidak sesuai dengan jiwanya, dia pun membanting stir, hingga kemudian, belajar menjahit sepatu, dan belajar membuka usaha, hingga empat bulan lamanya.

Dan ternyata, profesi tersebut, membuatnya betah, dan setidaknya memiliki hasil yang lumayan, dan dia bisa menabung, dengan angka yang fantastis, Rp500 setiap harinya, dengan target tiap bulannya, meraup hasil, kurang lebih Rp14 juta.

“Sekarang semuanya mahal, tidak ada yang seperti dulu lagi, ditambah lagi kebutuhan pun meningkat, hampir tidak ada barang mewah, semuanya berubah menjadi kebutuhan,” urainya.

Sehingga Ansar pun komitmen dengan target yang dibangunnya, tentunya kata dia lagi, mendapatkan persetujuan dari rumah, dengan catatan, kalau bujet belanja sudah pula diserahkan kepada istrinya.

Meskipun memiliki target yang lumayan tinggi, tapi Ansar tetap menolak jika menerima borongan pekerjaan, sebab menurutnya, pelayanan kepada pelanggannya diatas segala-galanya.

“Kalau saya ambil borongan, kasihan pelanggan saya, terabaikan jatahnya, apalagi kalau mereka sudah dijanjikan, tetapi kemudian bergeser, karena adanya borongan,” kuncinya. (NDA)      

Pos terkait