Audiensi Penyintas dan Pemkot Tak Menuai Hasil

Audensi Penyintas
AUDENSI - Penyintas Kota Palu yang menempati hunian sementara (Huntara) Lapangan Koni dan Tavanjuka didampingi Sulteng Bergerak melakukan audiensi bersama Pemerintah Kota Palu pada Rabu (25/11/2020).FOTO : IST

TALISE,, MERCUSUAR  – Penyintas Kota Palu yang menempati hunian sementara (Huntara) Lapangan Koni dan Tavanjuka didampingi Sulteng Bergerak melakukan audiensi bersama Pemerintah Kota Palu pada Rabu (25/11/2020). Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam, tidak menemukan titik terang.

Pertemuan yang berlangsung di Masjid Lokasi Huntara Lapangan Koni tersebut dihadiri oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Palu dan Dinas Kesehatan Kota Palu.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Sulteng Bergerak, Freddy Onora menyangkan ketidak hadiran PLT. Wali Kota Palu untuk mendengarkan sejumlah masalah penyintas. Padahal kata dia, jauh sebelumnya pihaknya sudah melayangkan surat dan telah mengkonfirmasi kehadiran PLT. Wali Kota Palu.

“Awalnya, protokoler Wali Kota Palu memberikan informasi bahwa PLT. Wali Kota Palu akan hadir. Namun, tiba-tiba mereka batalkan saat pertemuan itu hendak dilangsungkan. Ini tentu sangat mengecewakan kami, terutama para penyintas,”tutur Fredy.

Menurut Freddy, pertemuan tersebut telah melalui proses perencanaan  panjang mulai dari membangun komunikasi dengan Pemkot Palu hingga melayangkan surat resmi. Hal ini, kata dia, agar Pemkot Palu menghargai keinginan besar penyintas untuk berkomunikasi secara terbuka dengan pemerintah Kota. Tetapi, menurut Freddy sikap Pemkot seakan-akan tidak menghargai niat baik para penyintas.

“Kita sebenarnya berharap pemerintah kota Palu memberikan jalan keluar atas kompleksitas masalah warga, seperti kejelasan zona rawan bencana yang berdampak pada relokasi warga, pemenuhan hak dasar penyintas, fasilitas kesehatan dan skema bantuan hunian yang masih simpang siur sampai dengan hari ini,” tandasnya.

Lebih lanjut, kata Freddy kondisi penyintas selama kurang lebih dua tahun pascabencana sangat memperihatinkan mulai dari kondisi huntara yang sudah mulai rusak, minimnya air bersih, berakhirnya masa kontrak tanah di lokasi huntara dan pelayanan hak dasar yang buruk. Bahkan kata dia, banyak masalah sosial terjadi di huntara mulai dari kekerasan hingga kasus-kasus bunuh diri.

Menanggapi pernyaataan tersebut, Pemkot Palu yang dalam hal ini diwakili oleh  Kepala dinas PU Kota Palu, Iskandar Arsyad, menegaskan bahwa tidak benar jika pemerintah Kota Palu tidak bekerja dalam proses percepatan pemulihan pasca bencana. Menurutnya, sejak awal pemerintah sudah bekerja secara optimal meskipun masih banyak kekurangan.

“Salah besar jika ada yang mengatakan Pemkot tidak bergerak. Persoalan belum tercatat dan terdaftar silakan langsung ke BPBD. Mungkin masyarakat tahu atau tidak tahu itu karena kurangnya sosialisasi,” tandasnya.

 

Ada Oknum “Bermain”

Iskandar juga mengakui bahwa ada oknum yang ‘bermain’ terkait skema bantuan yang semestinya diterima Penyintas. Dia juga menegaskan bahwa jika terjadi hal tersebut harus segera dilaporkan agar bisa diproses secara hukum.

Sementara itu, BPBD Kota Palu yang dalam hal ini diwakili oleh Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Bambang Subarsyah mengatakan, bahwa persoalan relokasi dan zona merah ini memang terbentur dari kondisi etnografis masyarakat, persoalan lain yang dihadapi adalah data, dia menghimbau agar warga segera mengecek langsung terkait data Penyintas di BPBD.

“Orang yang berada di zona merah tidak bisa lagi mendapatkan dana stimulan, harus relokasi. Tapi memang persoalannya kearifan lokal kita, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa meninggalkan tempat mereka hidup,” Kata dia

Sementara, Sritini Haris (53), salah seorang penyintas di Huntara Lapangan Koni menyampaikan kekecawaannya terhadap Pemkot. Menurutnya, mereka tidak pernah mendapatkan sosialisasi yang cukup terkait kejelasan skema bantuan yang diperoleh, ditambah lagi kondisi Huntara yang makin memprihatinkan karena kurang mendapat perhatian.

“Ini di Huntara sudah banyak sekali anak kecil (bayi) yang lahir sementara fasilitas kesehatannya tidak memadai. Listrik bayar sendiri, air susah. Terus kami disuruh pindah sementara yang lain-lain dibiarkan membangun,”keluhnya.

Hanang (45), Penyintas di  Huntara Tavanjuka juga mengeluhkan hal yang sama. Menurutnya, selama ini pemerintah tak pernah melihat kondisi mereka di Huntara Iksanul Khair. Bahkan kata Hanang, saat ini mereka telah diminta angkat kaki dari Huntara karena masa kontrak Huntara telah selesai. TIN

Pos terkait