Bahas Dukun Dalam Narasi Sejarah Kesehatan

SPI

PALU, MERCUSUAR – Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Sejarah Peradaban Islam (SPI) IAIN Palu kembali melaksanakan webinar sejarah, Kamis (2/7/2020). Webinar sejarah seri ke-2 ini mengambil tema Dukun dan Hal-hal (I)rasional dalam Narasi Sejarah Kesehatan.

Webinar kali ini menghadirkan pemerhati sejarah kesehatan yang juga dosen di Jurusan SPI IAIN Surakarta, Martina Safitri. Dalam pemaparannya, Martina mengutip Geertz, yang mengatakan, dukun adalah spesialis magi umum dalam masyarakat tradisional, berguna untuk semua orang sakit, baik fisik maupun psikologis, meramal kejadian masa depan, penemu barang-barang hilang, pemberi jaminan tentang peruntungan baik dan biasanya tidak segan mempraktekkan  sihir.

Selanjutnya, Martina menjelaskan perkembangan narasi sejarah tentang dukun, di mana pada abad ke-18 dan 19, profesi dukun memiliki posisi penting dalam masyarakat Indonesia, di mana metode pengobatannya, menjadi perhatian dan rujukan pengetahuan dan terbitan bangsa Barat. Kemudian pada abad ke-20, citra dukun semakin dilekatkan pada hal-hal yang  magis dan irasional.

Lulusan pascasarjana Ilmu Sejarah UGM ini juga menjelaskan sejumlah fenomena irasional dalam sejarah kesehatan, seperti fenomena latah, amok, koro dan neurasthenia, penafsiran tentang masuk angin dan kerokan, penafsiran soal kebiasaan menjemur dan memukul-mukul kasur, bantal dan guling, serta fenomena dukun prewangan atau dukun tiban.

Menurut Martina, ada beberapa alasan mengapa dukun tetap memiliki posisi penting di masyarakat hingga saat ini. Pertama, pergi ke dukun biayanya jauh lebih murah dari pada ke dokter. Kedua, akses klinik kesehatan yang jauh. Ketiga, penjelasan dukun menggunakan kosa kata umum dan terdengar akrab dengan pengetahuan dan pengalaman sehari-hari masyarakat. Keempat, masih ada kepercayaan terhadap pengaruh mistis sebagai bagian dari penyebab penyakit. Kelima, dukun menjadi pilihan terakhir, ketika praktisi kesehatan modern gagal menunjukkan kompetensi penyembuhan terhadap suatu penyakit.

Pada akhir pemaparannya, Martina menyimpulkan, memasuki abad ke-20, eksistensi juru pengobat lokal mulai tenggelam dalam historiografi sejarah kesehatan di Indonesia. Tidak hanya dalam historiografi, peran dukun juga mulai tenggelam dengan banyaknya praktisi kesehatan berpendidikan Barat.

Kemudian, keberadaan lembaga kesehatan dan dominasi kekuasaan dalam literasi sepanjang abad ke-20, telah mengerdilkan peran dukun, serta metode pengobatan lokal dalam ranah medis. Selanjutnya, penggunaan berkelanjutan dari generasi ke generasi, memberikan indikasi bahwa obat-obatan dan praktek perdukunan, memiliki nilai rasional bagi penggunanya. Beberapa ramuan obat dibawa di bawah tes laboratorium dan sebagian dari mereka dipastikan memiliki nilai resmi.

Martina juga menyimpulkan, selain dari konten mistiknya yang perlu disaring, pengendalian penyakit juga menawarkan nilai-nilai berguna yang dapat diuji, dan dapat dikembangkan lebih lanjut agar sesuai dengan standar praktik kesehatan modern.

Webinar yang diikuti oleh beragam kalangan, mulai dari dosen, mahasiswa, serta kalangan umum ini, dibuka secara resmi oleh Wakil Dekan II Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Palu, Mokh. Ulil Hidayat, S.Ag., M.Fil.I. Dalam sambutannya, Wakil Dekan II mengapresiasi kegiatan tersebut. Menurutnya, tema-tema yang diangkat sangat unik dan menarik, di luar kebiasaan. JEF

Pos terkait